Prof Duski Samad Tuanku Mudo |
Biduak lalu kiambang ba tauik (bila perahu sudah lewat maka enceng gondok akan bertemu kembali). Ungkapan kiasan yang ada dalam kearifan lokal Minangkabau ini mengandung pesan bila sebuah urusan besar selesai, maka semua pihak kembali ke posisi semula, tak boleh ada lagi perbedaan.
Ungkapan ini tepat rasanya dipakai dalam menautkan kembali emosi, perasaan tidak senang, dan perselisihan yang terjadi selama masa kampanye Pemilihan Umum 2024 yang memang heboh, dan hiruk pikuk dengan narasi yang menyenggolkan kiri kanan. Potensi perpecahan dan kegaduhan selama kampanye sudah harus kembali ke titik awal, aman dan damai.
Kearifan adat di atas mengemuka dalam rapat FKUB dan tokoh lintas agama di Sumatera Barat, Selasa, 26 Maret 2024 di Hotel Daima Padang. Selesai rapat menyatakan rasa syukur yang mendalam dengan membuat pernyataan dengan mengutip pepatah biduak lalu, kiambang ba tauik. Realitas ini dapat disebut karena kenyamanan Pemilu 2024 ini terasa sekali karena hampir tidak ada yang eksploitasi agama untuk kepentingan politik praktis masing-masing kelompok.
Pepatah ini menurut pemantauan kami di 6 (enam) kabupaten dan kota di Sumatera Barat pasca akhir Maret 2024 ini ditemukan bahwa pada prinsipnya tokoh umat, dan tokoh masyarakat dapat memahami kenyataan hasil Pemilu 2024 yang ditetapkan KPU tanggal 20 Maret 2024 lalu dan selanjutnya mencermati mekanisme di Mahkmah Konstitusi.
Namun ada 3 (tiga) catatan penting diskusi dalam monev tersebut (1). Ada situasi dan suasana transaksional yang sulit menjelaskan, karena memang data dan bukti sulit adanya, namun fenomenanya mudah menunjukkan. (2). Adanya powerfull dan interest para pihak, tak terkecuali penyelenggara Pemilu dan Pemerintah yang mengusik rasa keadilan dan asas-asas Pemilu. (3). Pemilu 2024 banyak yang menyatakan kontestasi yang tidak mengeksploitasi agama.
KEBANGGAAN KELOMPOK MENYULITKAN PERSATUAN
Kebanggaan pada kelompok bukanlah watak, kepribadian atau bukan pula bawaan lahir, karena keinginan untuk hidup bersama fitrah manusia. Jadi perpecahan itu melanggar fitrah. "yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka."(QS. Ar-Rum 30: 32).
Sedangkan kebanggaan pada kelompok dapat dikatakan natural, dan alami bila diperhadapkan dengan kebanggaan pada kelompok, namun yang harus dicarikan titik sama antara bawaan baik dengan keserakahan.
Dalam konteks beragama ukhuwah dan jamaah itu adalah bawaan fitrah itu murni. Ketika umat sulit bersatu itu lebih disebabkan ego kelompok. Karena kebersamaan adalah mainbot (melekat dan sangat dekat) atau primordial. "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)
Analisis ilmiah menyatakan bahwa yang menjadi penyebab sulitnya umat bersatu bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
1.Perbedaan pemahaman:
Umat memiliki beragam pemahaman terkait ajaran agama , sehingga perbedaan ini seringkali menjadi hambatan dalam mencapai kesatuan.
2.Perbedaan budaya dan tradisi:
Setiap negara atau wilayah memiliki budaya dan tradisi yang berbeda-beda, hal ini juga dapat mempengaruhi kesulitan dalam mencapai persatuan di antara umat.
3.Politik dan kepentingan pribadi:
Adanya politik dan kepentingan pribadi dari pihak-pihak tertentu seringkali menjadi penghalang dalam upaya untuk menyatukan.
4.Konflik dan ketegangan antar negara:
Konflik dan ketegangan antar negara yang dihuni oleh mayoritas umat juga dapat mempengaruhi sulitnya persatuan umat.
5.Kurangnya komunikasi dan kerjasama:
Kurangnya komunikasi dan kerjasama antar umat dari berbagai negara dan latar belakang juga dapat menjadi faktor penyebab sulitnya bersatu.
Untuk mengatasi sulitnya umat bersatu, diperlukan kesadaran bersama, dialog yang terbuka, menghormati perbedaan, dan memprioritaskan persatuan demi kebaikan umat secara keseluruhan.
Solusi yang dapat menjembatani perpecahan dan perselisihan secara normatif disebutkan dalam al-Hujurat ayat 10. "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."(QS. Al-Hujurat 49: 10).
KALIMATUN SAWA' (PERNYATAAN YANG MENYATUKAN BERBAGAI PERBEDAAN)
Keniscayaan perbedaan, khususnya dalam konteks keyakinan keagamaan disebut al-Quran. "Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama yang lain tuhan-tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim."(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 64).
Hasbi Assidiqy mengunakan istilah kalimatun sawa' sebagai konsep kesepakatan di tengah perbedaan, tidak hanya masalah keagamaan tetapi juga masalah kemasyarakatan dan kebangsaan. Tafsir ini relevan dengan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, tetapi memiliki komitmen yang sama.
Komitmen itu sudah dibangun dan terbangun sejak Sumpah Pemuda 1928, diperkuat dalam sidang BPUPKI tanggal 28 Mei-1 Juni 1945 yang menyepakati Pancasila sebagai dasar negara. Panitia sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, yang tujuh katanya dicoret setelah ada dinamika dan 18 Agustus 1945 berlaku sebagai dasar negara.
Rekonsiliasi, dan kompromi adalah cara menemukan titik temu antar kelompok. Bangsa dan umat yang sudah merdeka 78 tahun ini tentu mesti lebih cerdas dan berpandangan jauh ke depan, tidak boleh terjebak pada kebuntuan politik, maka diperlukan komunikasi yang intensif untuk mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.
Meneguhkan ikatan kebangsaan yang sudah dirajut generasi perintis, jangan sampai diungkai lagi. Al-Quran mengingatkan, "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu."(QS. An-Nahl 16: Ayat 92).
Adapun ada perbedaan sebagai keniscayaan, maka menjadi kewajiban elemen anak bangsa meneruskan estafet perjuangan generasi lalu, jangan sampai di interupsi dan terdistrupsi hanya pergantian kekuasaan dan kepentingan jangka pendek.
Akhirnya patut diingatkan ta’arufu (kebersamaan), ukhuwah (menjalin persaudaraan) dan ishlah (kerja menyatukan) adalah tiga resep mujarab untuk persatuan demi masa depan umat. fardu'ain bagi tokoh umat dan tokoh bangsa untuk menyurahkan kalimatun sawa' menuju rahmatan lil alamin. (Ngaji Kebangsaan, Kanwil Kemenag, Selasa, 02 April 2024. @ds01042024.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang, Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat