Pendidikan Surau dan Tuanku utamanya (core) adalah penjaga sipritual. Keberadaan Surau dan Tuanku
akan tetap dibutuhkan umat, walau di era moderenisasi dan digitalisasi Surau dan Tuanku belum cukup
kuat menembus lintas komunitas. Surau dan Tuanku untuk adaptif, maknanya pendidikan surau,
khususnyanya surau sistim halakah mesti dapat menyesuaikan pembelajarannya dengan sistim,
metode, strategi dan teori pendidikan kotemporer.
Tuanku sebagai tokoh agama diharapkan dapat bertransformasi sejalan dengan tantangan yang
dihadapi. Dalam menghadapi realitas kekinian Tuanku dituntut untuk teguh pada tradisi keulamaan,
persatuan dan kehormatan (karakter dan kepribadian tokoh agama). Secara keseluruhan pengerak
surat dan tuanku diminta untuk merumuskan kembali performance calon Tuanku, sebab anak dididik
untuk zamannya. Mengkaji ulang kurikulum yang tidak hanya melulu teori, tetapi juga memperkuat,
praktek, memperkuat visi, orentasi masa depan adalah bentuk konkrit menghadirkan surau dan
Tuanku yang dapat mempertahankan tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru lebih baik.
Dua pragram di atas disarikan dari Halaqah virtual Tuanku Nasional seri ke 9, Jumat, 15 Desember
2023. Kajian tentang sipritualitas Surau dan Tuanku maksudnya mendalami hakikat ruhaniyah yang
melekat dengan surau dan Tuanku. Surau sebagai kawah candra dimuka atau “pabrik” Tuanku jelas
tidak mungkin terpisah dengan profil Tuanku yang dilahirkan dari rahim surau. Era digitalisasi yang
penuh perubahan dahsyat, tentu juga menyasar surau dan Tuanku. Masihkah surau dan tuanku teguh
pada jati dirinya dan tidak “hanyut” dalam perubahan, utamanya akhlak, etika dan kepatutan sosial.
Pendidikan surau masa awal telah nyata konstribusinya menghasilkan anak bangsa, pemimpin umat,
ulama, cendikiawan dan tokoh-tokoh besar, walau kritikus A.Navis menulis buku ROBOHNYA SURAU
KAMI, tetapi surau dalam makna lembaga yang pendidikan Tuanku masih ada, hidup dan berkembang
dengan caranya sendiri. Ada surau yang kokoh dengan tradisi halakahnya, tidak sedikit jumlahnya surau
yang mengubah diri dengan label Pondok Pesantren dan Madrasah, mereka berdalil “menjaga tradisi
lama dan mengambil cara baru yang lebih baik”, yang jelas kini surau di tengah pusaran perubahan.
PENDIDIKAN SIPRITUALITAS
Pendidikan sipritualitas dapat juga disebut dengan pendidikan sipritualitas keagamaan. Spiritualitas
keagamaan adalah dimensi dalam kehidupan seseorang yang terkait dengan hubungannya dengan
yang lebih tinggi secara rohani, seperti Tuhan atau kekuatan transcendental lainnya. Ini melibatkan
keyakinan, praktik, dan pengalaman yang bertujuan untuk mencapai pemahaman, kedamaian, dan
koneksi yang lebih dalam dengan hal-hal yang bersifat rohani.
Dalam kerangka keagamaan, spiritualitas melibatkan praktik-praktik seperti doa, meditasi, puasa,
ziarah ke tempat-tempat suci, dan ketaatan terhadap ajaran agama tertentu. Ini juga dapat melibatkan
kehidupan moral yang diatur oleh prinsip-prinsip agama dan nilai-nilai yang dianut. Spiritualitas
keagamaan memberikan kerangka bagi individu untuk mengeksplorasi makna hidup, mengembangkan
hubungan dengan sesama dan hal-hal yang bersifat rohani, dan menemukan tujuan hidup yang lebih
dalam. Hal ini juga dapat membantu seseorang dalam mengatasi penderitaan, mencari kebahagiaan
Namun, penting untuk diingat bahwa spiritualitas keagamaan dapat berbeda antara satu individu dan
agama dengan yang lain. Setiap agama memiliki keyakinan dan praktik yang khas, dan individu dapat
memilih untuk menggabungkan elemen spiritualitas keagamaan dengan keyakinan pribadi mereka.
SIPRITUALITAS DAN RUHANIYAH SURAU
Sipiritualitas surau mengacu pada dimensi rohani dan praktik keagamaan yang dilakukan di surau,
tempat ibadah bagi umat Islam. Surau merupakan tempat di mana umat Islam berkumpul untuk
melakukan shalat berjamaah, mengaji, dan beribadah lainnya.
Sipiritualitas surau melibatkan upaya individu atau kelompok dalam mencapai kedekatan dengan
Allah, memperkuat hubungan dengan sesama, dan mengabdikan diri pada nilai-nilai agama. Beberapa
aspek spiritualitas surau yang penting termasuk. Shalat berjamaah, Pengajaran agama, Kegiatan
pengajian, Zikir dan doa, dan Kegiatan sosial, membantu sesama, seperti memberikan bantuan kepada
fakir miskin, mendukung pendidikan agama, atau menyelenggarakan acara keagamaan.
Melalui praktik-praktik tersebut, sipiritualitas surau menciptakan lingkungan yang memungkinkan
individu untuk memperdalam hubungan mereka dengan Allah, memperkuat ikatan dengan sesama
Muslim, dan mendapatkan pengarahan spiritual dari para pemimpin agama atau ulama.
Ruhaniyah merujuk pada aspek-aspek non-jasmani atau immaterial dalam kehidupan manusia. Hal ini
berkaitan dengan dimensi spiritual atau rohani yang ada dalam diri kita. Substansi ruhaniyah
melibatkan hal-hal seperti keyakinan, nilai-nilai, moralitas, tujuan hidup, dan hubungan dengan yang
lebih tinggi atau sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Ini melampaui batasan fisik dan materi serta
mencakup kehidupan batin, emosi, pikiran, dan makna dalam hidup.
Substansi ruhaniyah dapat dianggap sebagai segmen penting dari kehidupan manusia, karena
mempengaruhi bagaimana kita memahami dan menghadapi tantangan, mencapai kebahagiaan dan
kesuksesan, dan menemukan kepuasan dalam hidup. Hal ini juga berhubungan dengan pencarian
makna dan tujuan hidup, serta pemenuhan kebutuhan jiwani dan keinginan kita untuk berhubungan
dengan dunia yang lebih besar dan lebih tinggi dari diri kita sendiri.
Dalam beberapa tradisi keagamaan, substansi ruhaniyah juga dapat merujuk pada hubungan individu
dengan Tuhan atau kekuatan ilahi lainnya. Ini melibatkan praktik keagamaan, ritual, doa, meditasi,
dan upaya untuk mengembangkan hubungan spiritual yang lebih dalam.
Sebagai guru influencer, penting bagi kita untuk mengakui dan merawat aspek substansi ruhaniyah
dalam diri kita dan dalam kehidupan siswa kita. Ini melibatkan pendidikan nilai-nilai, etika, keadilan
sosial, dan membantu siswa memahami bahwa kehidupan juga memiliki dimensi yang lebih dalam dan
bermakna. Dengan memperhatikan substansi ruhaniyah, kita dapat membantu siswa
mengembangkan diri secara holistik dan menghadapi tantangan hidup dengan keberanian dan
kebijaksanaan.
Dimensi spiritualitas guru mencakup pemahaman dan pengalaman guru dalam hal spiritualitas dan
keterhubungannya dengan dimensi spiritual. Dimensi ini melampaui pemahaman dan pengajaran
materi pelajaran yang bersifat akademis, melainkan juga melibatkan aspek-aspek yang lebih dalam dan
personal dalam perjalanan guru sebagai individu yang berkembang secara spiritual. Beberapa dimensi
penting dalam spiritualitas guru meliputi,
1. Kesadaran Diri: Guru memiliki pemahaman yang mendalam tentang siapa mereka sebenarnya,
kekuatan dan kelemahan mereka, serta tujuan hidup mereka. Mereka mengenal dan menerima diri
mereka sendiri sebagaimana adanya, dan memiliki kepercayaan pada potensi dan kemampuan mereka
sebagai guru.
2. Ketulusan dan Empati: Guru yang berkembang secara spiritual memiliki kemampuan untuk
menghubungkan diri dengan siswa dan memahami perasaan serta kebutuhan mereka. Mereka
mengajarkan dengan penuh kasih sayang dan kepedulian, dan memberikan perhatian yang tulus
kepada perkembangan siswa secara keseluruhan.
3. Pencarian Makna dan Tujuan: Guru spiritual tidak hanya memperhatikan pelajaran materi, tetapi
juga membantu siswa mengembangkan pemahaman tentang makna hidup, nilai-nilai, dan tujuan yang
lebih besar. Mereka mengajarkan tentang nilai-nilai moral, etika, dan pengembangan karakter.
4. Keteladanan: Guru spiritual menjadi contoh yang baik bagi siswa dalam hal sikap, perilaku, dan nilainilai. Mereka menjalani kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai spiritual yang mereka ajarkan,
sehingga memberikan inspirasi dan motivasi kepada siswa untuk berkembang secara spiritual.
5. Pengembangan Diri: Guru spiritual terus menerus berusaha untuk mengembangkan diri mereka
sendiri secara spiritual. Mereka mengikuti pelatihan, membaca buku, atau mengikuti kegiatan yang
dapat menginspirasi dan memperdalam pemahaman mereka tentang spiritualitas. Ini membantu guru
untuk tetap terhubung dengan dimensi spiritual dalam mengajar dan membimbing siswa.
Melalui dimensi spiritualitas ini, guru memiliki kesempatan untuk tidak hanya mengajar materi
pelajaran, tetapi juga membantu siswa dalam pengembangan pribadi yang lebih luas, termasuk dalam
aspek spiritual. Guru yang memiliki dimensi spiritualitas yang kuat dapat menciptakan lingkungan
pembelajaran yang positif dan memberikan dampak positif dalam kehidupan siswa secara
keseluruhan.
SIPRITUALITAS TUANKU
A. Alim Ulama
Tuanku dalam uruf, adat dan tradisi lokal Minangkabau setidaknya adalah entitas yang disebut dengan
alim ulama. Alim artinya memiliki kompetensi keilmuan Islam yang baik dan lebih dari rata-rata
masyarakat umum, bahkan dapat disebut ilmuwan dan cendikiawan, (QS. Al-Baqarah (2): 31). Ulama
dimaknai melebihi dari alim, kompetensi, martabat diri dan kemampuan sosialnya diakui tinggi. Dalam
al-Quran sebutan ulama dapat dirujuk dari (QS,al-Fathir (35): 28). Alim ulama adalah pemuka agama
yang dalam ilmunya dan menjadi pembimbing umat, (QS.al-Tawbah (9):122).
Dalam kearifan adat Minangkabau, alim ulama, dikatakan duduk di halaman syarak, tagak di pintu
adat, suluah bendang dalam nagari, duduknyo ba camin kitab, tagaknyo rintang ba fatwa, katonyo
kato hakikat. Tuanku sebagai alim ulama, dalam kualitas di level mana saja, diposisikan sebagai tokoh
agama yang dihormati, baik karena alasan tugas suci yang diembannya, begitu juga kapasitas, karakter
dan kepribadiannya yang menjadi teladan bagi masyarakat.
Sebagai tokoh agama Tuanku jelas akan diiikuti umat dan masyarakat dapat mengabaikan peran
Tuanku, ketika ia tidak mampu menempatkan diri sebagai tokoh agama yang baik dan utuh. Keutuhan
mentalitas Tuanku sebagai tokoh agama secara umum, memiliki beberapa ciri khas dalam menjalankan
perannya. Berikut adalah beberapa aspek dalam mentalitas tokoh agama:
1. Kesetiaan kepada keyakinan: Tokoh agama cenderung memiliki keyakinan yang kokoh dan
berpegang teguh pada nilai-nilai agama yang mereka anut. Mereka memiliki komitmen yang kuat
2. Keteladanan: Tokoh agama berperan sebagai contoh dan teladan bagi umatnya. Mentalitas mereka
mendorong mereka untuk hidup sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai moral yang tinggi, sehingga
mereka dapat mempengaruhi orang lain untuk menjalankan ajaran agama dengan baik.
3. Keterbukaan dan inklusivitas: Seiring dengan perkembangan zaman, tokoh agama juga dituntut
untuk memiliki keterbukaan dalam berinteraksi dengan masyarakat yang beragam. Mereka harus
mampu menjalin dialog dengan keyakinan dan budaya lainnya, serta mendorong inklusivitas dan
kerukunan antarumat beragama.
4. Ketenangan dan kebijaksanaan: Tokoh agama diharapkan memiliki ketenangan batin dan
kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai tantangan dan konflik yang mungkin terjadi. Mentalitas ini
memungkinkan mereka untuk memberikan pandangan yang bijaksana dan solusi yang konstruktif
dalam mengatasi masalah.
5. Empati dan kepedulian: Tokoh agama cenderung memiliki mentalitas yang peduli terhadap kesulitan
dan penderitaan orang lain. Mereka berusaha untuk mengembangkan empati dan memberikan
dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
6. Pendidikan dan pemahaman yang baik: Mentalitas tokoh agama turut didasarkan pada pemahaman
yang baik terhadap kitab suci dan ajaran agama. Mereka berusaha untuk terus meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman agama mereka agar dapat memberikan pengajaran dan nasehat yang
tepat kepada umatnya.
Perlu diingat bahwa mentalitas tokoh agama dapat berbeda-beda tergantung pada individu yang
dimaksud. Bagi beberapa tokoh agama, dapat muncul juga penyimpangan perilaku atau ambisi
kekuasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut.
B. Ketulusan
Mentalitas ketulusan yang menjadi jati diri Tuanku adalah pembeda dengan enstitas lainnya, indak
lamak dek santan, indak kuning dek kunik. Mentality ketulusan merujuk pada sikap atau pola pikir
yang mendorong seseorang untuk bertindak dengan ketulusan dan kejujuran. Ini melibatkan memiliki
niat yang tulus dan tulus dalam segala hal yang dilakukan, tanpa motif tersembunyi atau agenda
tersembunyi. Mentality ketulusan melibatkan kejujuran, ketulusan, integritas, dan kemampuan untuk
bertindak dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan.
Seseorang yang memiliki mentality ketulusan akan melakukan sesuatu dengan niat yang baik, tanpa
mengharapkan imbalan, pujian, atau pengakuan. Mereka bertindak untuk kebaikan orang lain atau
suatu tujuan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi mereka. Mentalitas ini juga melibatkan
kemampuan untuk berkomunikasi secara jujur dan terbuka dengan orang lain, tanpa menyembunyikan
informasi atau memiliki motif tersembunyi.
Mentality ketulusan dapat membantu kita membangun hubungan yang kuat dan saling percaya
dengan orang lain. Ini juga memungkinkan kita untuk hidup dengan integritas dan menjalani kehidupan
yang sesuai dengan nilai dan prinsip kita sendiri.
Namun, penting untuk diingat bahwa mentalitas ketulusan bukan berarti kita harus selalu memberikan
diri kita sendiri atau mengabaikan kebutuhan dan kesejahteraan pribadi. Penting untuk mencari
Jadi, mentality ketulusan melibatkan sikap tulus, kejujuran, integritas, dan kemampuan bertindak
tanpa agenda tersembunyi atau motif tersembunyi. Ini adalah sikap yang kuat yang dapat membawa
manfaat tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita.
C. Kehormatan (guru influencer)
Tuanku adalah penghormatan terhadap keilmuan yang diberikan guru dan sekaligus diakui ninik
mamak serta masyarakat lingkungan. Oleh karenanya mentalitas kehormatan menjadi perhatian oleh
siapapun yang menyandang prediket Tuanku, murah indak dapek di minta, mahal indak dapek di beli.
Mentality kehormatan, atau sering disebut juga sebagai mentalitas kehormatan, adalah sebuah
pandangan atau sikap mental seseorang yang mengedepankan nilai-nilai kehormatan, kebanggaan,
dan integritas dalam setiap aspek kehidupan. Mentalitas ini mendasarkan diri pada prinsip-prinsip
moral dan etika yang tinggi, di mana seseorang berkomitmen untuk menjaga martabat, menghormati,
dan bertindak dengan jujur tanpa melanggar prinsip-prinsip itu.
Dalam mentality kehormatan, individu memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap nilai-nilai moral dan
etika yang mendasari hubungan dan tindakan mereka dengan orang lain. Mereka berusaha untuk tidak
melakukan tindakan yang merendahkan diri sendiri atau orang lain, serta berkomitmen untuk
berperilaku dengan baik dan bertanggung jawab dalam setiap situasi.
Mentalitas kehormatan juga mencakup rasa saling menghormati, baik dalam hubungan antarpribadi,
hubungan kerja, maupun dalam kehidupan sosial. Seseorang dengan mentalitas kehormatan akan
berusaha untuk selalu mempertahankan integritas diri, menjaga kata-kata dan tindakan yang jujur,
serta menghargai dan menghormati hak-hak serta kepentingan orang lain.
Dalam konteks guru influencer, mentalitas kehormatan menjadi sangat penting. Seorang guru
influencer yang memiliki mentalitas kehormatan akan berusaha untuk memberikan pengaruh positif
kepada para murid atau pengikutnya. Mereka akan berkomitmen untuk memberikan informasi yang
akurat, bertindak secara etis, serta menjaga martabat profesi mereka sebagai guru.
Mentalitas kehormatan juga mencakup sikap rendah hati dan tidak melupakan asal-usul. Seorang guru
influencer yang memiliki sikap rendah hati akan selalu menghargai dan menghormati kontribusi serta
pengaruh dari guru dan mentor sebelumnya. Mereka tidak akan merasa lebih unggul atau
mengesampingkan orang lain, namun justru memberikan apresiasi dan mengakui kontribusi semua
pihak. Dengan memiliki mentalitas kehormatan, seorang guru influencer dapat membangun reputasi
yang baik, mendapatkan kepercayaan dari murid atau pengikutnya, dan memberikan pengaruh positif
yang langgeng dalam kehidupan mereka.
Penutup kalam ingin ditegaskan bahwa bahwa sipritualitas surau adalah pergerakan jiwa pengasuh
surau untuk dapat membaca tanda-tanda zaman, tanpa harus tergilas zaman. Kehendak masyarakat
untuk memberikan pendidikan agama anaknya di surau, perlu diperhatikan pengelola surau untuk
diberikan layanan memenuhi kebutuhan mereka. Surau, khususnya surau halaqah pendidikan calon
Tuanku diminta terus meningkatkan kualitas sistim, metode, strategi, sarana dan pendekatan
pendidikan yang berbasis ilmiah.
Berkaitan dengan sipritualitas Tuanku maka terus diperkuat bahwa mentalitas Tuanku sebagai “urang
surau” ditandai dengan kualitas, kompetensi, kepribadian dan jati diri sebagai alim ulama yang tulus
dan menjaga kehormatan dirinya sedemikian rupa. Media sosial, tantangan ekonomi, gaya hidup
materilistik dan hedonistik yang diprovokasi oleh era digital, sadar atau boleh mengerus sipritualitas
surau dan Tuanku, sebagaimana performa idealnya Tuanku masih terbenam kuat di memory kolektif