Fiki Darli Malta |
Informasi dalam konteks isu kemanusian sering disalah pahami dan menimbulkan konflik. Penyebabnya adalah akses terhadap informasi. Misalnya, dalam situasi krisis kemanusiaan, wilayah yang terdampak mungkin tidak memiliki akses yang sama terhadap teknologi atau media yang dapat menyebarkan informasi. Hal ini bisa mengakibatkan ketimpangan dalam penyebaran informasi tentang keadaan darurat atau penanganan kejadian.
Selain itu, ada pula ketimpangan dalam narasi atau sudut pandang yang disampaikan. Media atau kelompok-kelompok tertentu mungkin memiliki kepentingan atau sudut pandang tertentu yang dapat menyebabkan informasi yang disampaikan menjadi bias atau tidak lengkap. Ini bisa membuat persepsi publik tentang isu kemanusiaan menjadi tidak utuh atau terkadang bahkan keliru.
Adanya gelombang-gelombang informasi juga dapat menciptakan ketimpangan. Orang cenderung lebih terpapar dengan informasi yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri, sehingga mereka mungkin tidak mendapatkan sudut pandang yang beragam tentang isu kemanusiaan tertentu.
Bagaimanapun, mengatasi ketimpangan informasi dalam isu kemanusiaan membutuhkan upaya untuk menyebarkan informasi secara merata tentang keberagaman sudut pandang, dan meningkatkan akses terhadap informasi yang akurat dan baik bagi semua pihak yang terlibat.
Isu kemanusiaan sering kali rentan terhadap penyebaran informasi palsu atau hoaks. Keberadaan hoaks dalam konteks isu kemanusiaan dapat memiliki efek serius karena dapat mengganggu upaya bantuan, menyebabkan kebingungan, atau bahkan membahayakan nyawa orang-orang yang terdampak.
Salah satu isu yang sedang hangat tentang kemanusiaan yang melibatkan pengungsi Rohingya. Isu ini sering kali rentan terhadap penyebaran hoaks. Konflik di Rakhine State, Myanmar, telah memaksa jutaan orang Rohingya untuk melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Bangladesh, India, dan baru ini termasuk ke Indonesia. Di tengah kondisi krisis ini, hoaks sering kali muncul dan dapat mempengaruhi upaya bantuan serta persepsi terhadap situasi yang sebenarnya.
Beberapa hoaks yang mungkin muncul terkait isu pengungsi Rohingya antara lain pencitraan negatif terhadap pengungsi Hoaks sering kali menyebar tentang perilaku negatif atau klaim palsu terhadap pengungsi Rohingya untuk menciptakan ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap mereka.
Hoaks mungkin juga muncul untuk memutarbalikkan fakta tentang akar konflik di Myanmar, menyebar narasi yang salah atau memfitnah salah satu pihak yang terlibat.
Klaim bantuan palsu juga terkadang menimbulkan hoaks muncul. Terkait bantuan palsu atau klaim bahwa bantuan disalah artikan.
Menghadapi hoaks dalam konteks pengungsi Rohingya membutuhkan pendekatan yang berfokus pada verifikasi informasi, dan peningkatan kesadaran publik. Organisasi kemanusiaan, pemerintah, media, dan masyarakat perlu bekerja sama.
Transparansi dalam informasi dari pemerintah harus menyediakan informasi yang terverifikasi tentang kondisi pengungsi serta upaya bantuan yang dilakukan agar bisa memberikan ketenangan masyarakat.
Pentingnya memastikan informasi yang disebarkan tentang isu pengungsi Rohingya adalah untuk mencegah konsekuensi negatif terhadap upaya bantuan dan juga untuk memastikan bahwa masyarakat memahami dengan benar tentang kondisi yang sebenarnya dari pengungsi tersebut.
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang situasi pengungsi Rohingya, mengurangi stigmatisasi, dan mengendalikan kerusuhan publik untuk solusi jangka panjang.
Tanggung jawab pemerintah sangat penting dalam menangani krisis pengungsi Rohingya. Dengan memberikan perlindungan sementara ataupun berkelanjutan , bantuan kemanusiaan, serta berkolaborasi dengan lembaga internasional, pemerintah bisa berperan dalam menyelesaikan krisis ini dengan cara yang bermartabat hingga tidak lepas kontrol agar tidak terjadinya konflik. (***)