اَحْسَنَهّللاٰا لَيْكَوَلَتَبْ غ الْـفَسَا دَ فى الَْرْ ض
اٰتٰٮكَهّللاٰالدَّا رَالْٰ خرَةَوَلَتَنْسَنَ صيْبَكَ منَالدُّنْيَا وَاَحْ سنْكَمَا
وَا بْتَ غ فيْمَا
ا نَّّللاَٰلَهي حبُّالْهمفْ س ديْنَ
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi
janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."(QS. Al-Qasas 28: Ayat 77). Ayat ini dapat dijadikan
norma dasar, motivasi dan inspirasi kehadiran Tuanku dalam politik.
Sejatinya kajian, kegiatan dan keterlibatan dalam dunia politik adalah milik semua entitas, lebih lagi
Tuanku sebagai tokoh agama Islam, karena politik adalah bahagian dari amanah langit. Siyasah atau
politik dalam Islam adalah al aqrab lil maslahat wa al 'ab'ad lil mafsadat (mendekatkan kemaslahatan
dan menjauhkan kemafsadatan).
Pandangan Islam terhadap politik sangat penting. Islam mendorong umatnya untuk berpartisipasi dan
terlibat dalam politik dengan cara yang baik dan konstruktif. Dalam Islam, politik diyakini sebagai cara
untuk membangun masyarakat yang adil, berkeadilan, dan mempromosikan kesejahteraan umat
manusia. Agama Islam memberikan pedoman tentang pengaturan kehidupan sosial dan politik,
termasuk prinsip-prinsip seperti keadilan, transparansi, kebijakan yang bertanggung jawab, dan
pelayanan publik yang baik.
Islam juga mengajarkan pentingnya kepemimpinan yang adil dan berdasarkan prinsip-prinsip moral
dan etika. Pemimpin dalam Islam diharapkan untuk melindungi hak-hak rakyat, menjaga keadilan
sosial, memerangi korupsi, dan mempromosikan kesejahteraan umum. Namun, penting untuk dicatat
bahwa pandangan individu muslim terhadap politik dapat bervariasi. Beberapa mungkin lebih memilih
untuk berpartisipasi dalam sistem politik secara langsung, politik praktis, sementara yang lain memilih
untuk berperan dalam aktivisme sosial atau memberikan nasihat politik dari luar.
Dalam hal pemilihan pemimpin, Islam mendorong umatnya untuk memilih pemimpin yang mampu
dan memiliki integritas moral yang tinggi. Di samping itu, Islam juga mengajarkan kerjasama dan saling
menghormati antara Muslim dan non-Muslim dalam konteks politik. Pandangan Islam terhadap politik
menekankan pentingnya menghormati prinsip-prinsip moral dan etika dalam upaya menciptakan
tatanan sosial yang adil dan berkeadilan bagi semua umat manusia.
Secara normatif, etis, dan sosiologis politik adalah persyaratan untuk hadirnya kemaslahatan sedekahdekatnya. Kehadiran Tuanku dalam politik adalah fenomena menarik dan patut diapresiasi begitu
disampaikan oleh Sadri Chaniago pada Halaqah Virtual Tuanku Nasional, Jumat, 22 Desember 2023.
Peran dan kiprah politik Tuanku sudah menjadi dikajian akademis Sadri Chaniago dalam bentuk Tesis
untuk menyelesaikan magister dalam ilmu politik melalui penelitian sejak dari Pilkada, Pileg dan Pilpres.
Dalam menjelaskan kehadiran tuanku dalam politik, maka menjelaskan siapa yang dimaksud dengan
Tuanku adalah lebih focus pada ulama tarekat baik yang berada di Kabupaten Padang Pariaman, begitu
juga halnya dengan Tuanku atau ulama tarekat lainnya di Sumatera Barat. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa di era demokrasi one man one vote ini terasa hebatnya peran politik Tuanku,
dimana fenomena kehadirannya semangkin massif, mereka dapat dikatakan "malu tapi mau".
Kehadiran Tuanku dalam politik, lebih khusus lagi tuanku yang menjadi Syekh tarekat adalah
kemewahan tersendiri bagi politikus, calon kepala daerah dan tim sukses, dalam meraut suara, sebab
diyakini pengikut atau gerbong jamaah Tuanku pimpinan tarekat itu orangnya patuh dan setia dengan
petunjuk gurunya.
Tuanku pimpinan tarekat hadir ruang politik praktis ada dalam dua bentuk, pertama sebagai akar
pohon, mereka tidak nampak di lapangan, namun memiliki peran bagi mengalihkan jamaahnya. Kedua
Tuanku hadir sebagai batang pohon politik adalah mereka yang aktif, bahkan terlibat langsung atau
menjadi tim sukses untuk mengkondisikan ulama dan jamaah.
Pesan utama yang ingin ditegaskan bahwa hadirnya Tuanku di ruang politik adalah bahagian dari
dakwah yakmuruna bil ma'ruf, tanha anil munkar. Siyasah dalam Islam bukan haram, tidak tercela,
justru ia adalah misi dakwah. Ada stigma dan pandangan negatif terhadap politik, itu adalah impack
dari prilaku politisi kotor.
FRAGMENTASI TUANKU
Kehadiran Tuanku dalam politik bukan tidak cacatnya. Ada beberapa prilaku negatif yang terjadi saat
Tuanku memerankan diri secara terbuka dalam politik. Sisi gelap yang menjadikan marwah dan nilai
ketuankuan menurun adalah adanya sikap keterbelahan dan polarisasi jamaah yang terjadi sebagai
akibat lanjutan dari kehadiran Tuanku di arena politik, khususnya politik praktis adalah tantangan yang
mesti diselesaikan Tuanku dengan bijak, tanpa harus menegasi kompetitor se sama Tuanku atau
sesama jamaah.
Tuanku walau secara silsilah keilmuan tersambung, atau kawan se sama Tuanku atau kawan sa surau,
tidak jarang terjadi fenomena dan trend adanya kecendrungan mereka mudah terjebak dalam pola
pikir keterbelahan dan polarisasi. Artinya adanya otonomi otoritas dari seorang Tuanku adalah faktor
mudahnya jamaah Tuanku di pecah belah kompetitor. Ungkapan Tuanku bahawa kami banyak punya
jamaah, atau claim seperti ini tidak selalu benar, dan sering pula menjadi faktor pemecah suara antara
satu Tuanku dengan Tuanku yang lain.
Persaudaraan, ukhuwah dan ishlah (QS. Al-Hujuraat, 10) seringkali terabaikan oleh Tuanku yang
menjadi aktor politik praktis, artinya tidak jauh beda prilaku politik Tuanku dengan yang non Tuanku.
Penguatan kepribadian, peningkatan kompetensi Tuanku, perluasan jaringan, memperbanyak akses
tuanku pada sumber-sumber logistik adalah faktor menentukan berarti atau tidaknya kehadiran
Tuanku di arena politik, lebih lagi politik praktis.
MAINDSET SEKULARISTIK
Tantangan hebat yang dihadapi oleh Tuanku yang bergerak di ruang politik adalah maindset
masyarakat yang cendrung dikhotomis, bahkan dalam batas tertentu sekularitik tentang politik. Ada
pandangan negatif bahwa politik kotor, politik itu tipu menipu dan streotipe negatif lainnya, menjadi
alasan pembenaran bagi masyarakat untuk memisahkan tuanku dari jalur politik. Politisi curang dan
sesat juga mengunakan jargon keliru tersebut sebagai senjata membunuh karakter Tuanku dalam
berpolitik.
Tidak sulit menunjukkan bahwa paham sekularisme memisahkan agama dengan politik, dunia dengan
akhirta, ditambah bumbu pula, urusan politik tidak ada sangkut pautnya dengan sorga negara, sebagai
kalimat pecundang adalah wujud nyata menguatnya paham sesat sekuleristik yang tumbuh atau
ditumbuhkan untuk menjadikan Tuanku tercerabut dari dunia politik. Bahkan ada pihak yang dengan
enteng menyatakan ketika Tuanku masuk politik ada konsekuensi yaitu marwah Tuanku menjadi
menurun. Tuanku cukup mengurus surau atau urusan akhirat, sayang ada pula ulama yang termakan
racun sekuler itu.
Antisipasi dan gerakan yang mesti dilakukan oleh Tuanku yang peduli dengan kebaikan kolektif adalah
mempromosikan secara terus menerus bahwa Islam itu petunjuk kehidupan, hudan lin nas, berpolitik
adalah salah satu bahagian kehidupan manusia yang mesti dibimbing oleh ajaran Islam. Tuanku mesti
hadir dalam ruang politik etis dan politik praktis maka kesiapan Tuanku dalam berbagai sumber
pendukung menjadi keharusan. Jamaah dan umat tentu harus memberikan dukungan terhadap
Tuanku sebagai bukti kesetian pada guru dan memilih figur yang diyakini baik dan mampu.
PERLUASAN PERAN TUANKU
Kehadiran Tuanku dalam politik tentu terus diperluas, tidak sebatas obyek atau sasaran politik, tetapi
meningkat menjadi subyek atau pelaku politik. Tuanku diminta menyiapkan diri dalam menghadapi
perubahan dan kecurangan politik yang sulit dicegah dan oleh sebahagian orang dianggap hal yang
biasa, bahkan ada yang menjadi adigium kecurangan syarat untuk berhasil dalam politik. Perluasan
peran Tuanku dalam politik adalah memastikan akhlak mulia dan kejujuran yang tak bisa
dinegosiasikan. Saat Tuanku melakukan negosiasi mesti kuat dan tegar dan tidak lentur dan luntur,
maka perlu penyiapan diri yang matang dan penuh kesadaran.
Peran luas tuanku dalam politik adalah mengajak masyarakat untuk cerdas dalam berpolitik, dan
mencegah Tuanku jangan menjadi ganja batu, artinya penopang saat diperlukan saja, habis helat
politik Tuanku diabaikan begitu saja. Tuanku mesti juga sadar dan paham bahwa politik itu siapa jadi
apa dan mendapat apa? Maka peran Tuanku di sini adalah perlu menyiapkan diri menjadi sesuatu yang
ditarget dalam politik itu sendiri. Realitas politik dan harapan yang dituju tidak selalu sama, maka
tunaku harus dapat memahaminya dan menyikapinya dengan bijak.
PRAGMATISME POLITIK TUANKU
Kenyataan di masyarakat menunjukkan bahwa pragmatisme adalah sesuatu yang tak mudah
dihilangkan. Bagaimana sikap Tuanku menghadapi rayuan politisi? Adalah kandidat atau politisi wajar
saja mencari simpul, di antara simpul itu yang Tuanku (lebih lagi Tuanku tarekat). Politisi datang jelas
minta dukungan, maka Tuanku akan menerima saja, modus minta di doakan dan cara-cara halusnya
lainnya, tentu mesti dipahami dengan hati-hati oleh Tuanku. Tuanku memang punya hak politik, namun
yang penting Tuanku jangan terjerumus pada pragmatisme politik, uang menjadi ukuran dukungan.
Mengurangi adanya pragmatisme politik, maka Tuanku diminta dengan halus dapat mencek jejak
rekam kandidat, calon legislatif dan politik yang akan di dukung, maka pengetahuan Tunaku yang cukup
memadai adalah katup pengaman dan menjadi seleksi tokoh yang akan diberikan dukungan politik.
Tuanku diminta memiliki nilai dan indikator yang jelas terhadap sosok yang akan diberi suara, maka
Tuanku mesti dapat mendayagunakan suara dalam diri untuk mendukung kandidat, fakta
menunjukkan pada Pilkada Padang Pariaman 2020 ada Tuanku yang tak punya irisan antara suaranya
dengan hasil yang diperoleh kandidat.
Politik Tuanku dalam mendukung kandidat hendaknya baiyo batido, menimal dengan yang satu aliran
paham, sapaguruan, jangan terjebak ego sektoral. Tuanku juga dengan bijak dapat memahami sikap
menghadapi jamaah yang tidak istiqamah. Dalam konteks prilaku pemilih yang mudah berubah sesuai
perkembangan zaman, maka tuanku mesti mendorongnya jamaah menjadi yang tercerahkan. Prilaku
pemilih yang beragam di antaranya terpengaruh aspek psikologis, seperti calon gagah, santun,
sosiologis, orang sekampung, satu paham, rasional, dan pragmatis adalah aspek yang tentu menjadi
PENDIDIKAN POLITIK TUANKU
Heri Surikno mengajukan tesis bahwa politik itu ada yang politik kebangsaan atau subtansial dan ada
politik praktis. Apakah Tuanku dalam berpolitik itu berfikir politik subtansial, kebangsaan? Substansi
politik bagi kemaslahatan bersama. High atau politik substansial ada beberapa figur Tuanku yang
menjadi akar pohon, substansial politik. Ada Tuanku yang menjadi pengayom bagi semua. Di tengah
jalan ada kekecewaan pada akhirnya memihak. Ada Tuanku kekeh, ada orang yang membelokkan,
khususnya murid, kesemuanya adalah realitas kehadiran Tuanku dalam politik. Pendidikan politik
Tuanku adalah keharusan yang mesti disiapkan lembaga keumatan yang melahirkan Tuanku.
Penanya berikut Tuanku Syahril Tanjung mengugat, apa kontribusi penelitian Tuanku dan Politik ini
terhadap Tuanku, yang berkaitan dengan pendidikan politik bagi Tuanku. Tuanku mesti masuk dalam
sistim agar jangan sampai kehilangan Marwah. Jawabannya bahwa penelitian ini dapat
memperkenalkan entitas Tuanku, sekaligus pendidikan politik Tuanku. Mempersiapkan kader Tuanku
yang akan mengisi ruang politik. Pendidikan politik Tuanku diharapkan dapat dibantu kampus.
Masalah yang patut dipertimbangkan tentang kehadiran Tuanku dalam politik adalah tuanku dapat
memerankan diri sesuai tujuan politik. Politik itu berkuasa, dan kekuasaan, apakah Tuanku cukup bekal
untuk menguasai kekuasaan dan berkuasa itu?.
Keraguan atas kompetensi dan kekuatan Tuanku dalam politik dijelaskan oleh Tuanku Syafriadi. Tuanku
dan Politik satu hal yang perlu adalah rasa tanggung jawab dan kesadaran membangun dari Tuanku.
Kontribusi Tuanku terhadap yang akan terjadi, maka dalam politik penyampaian kepada jamaah yang
mencerdaskan dan peradaban. Tuanku mesti menjadi lentera masyarakat. Politik tanggung jawab
keumatan, maka tuanku harus menjadi politisi cerdas. Tuanku tak boleh takut dan menyerah terhadap
teror dalam politik. Tuanku harus mampu menjaga diri dari praktek buruk politik, seperti transaksional,
permainan uang. Tuanku mesti sadar dan kuat bahwa politik uang itu tidak akan pernah seimbang
antara yang diberikan dengan diminta.
Pada bahagian akhir pernyataan dari panelis bahwa mendorong Tuanku hadir dalam dunia politik,
mendayagunakan potensi jamaahnya dan terlibat aktif sebagai pelaku politik, atau sebatas akar politik
sama sekali tak ada hubungan dengan politik identitas yang dianggap tidak baik oleh sementara orang.
Politik identitas adalah keniscayaan selama tidak merusak orang lain, dan menjadikan identitas untuk
menciderai lawan politik. Tuanku sebagai aktor politik diminta terus menerus mencerahkan umat.
Agama jangan jadi alat politik, menjadikan agama sebagai identitas, inspirasi, aspirasi dan motivasi