Kajian Virtual seri kedua group Silaturahmi Tuanku Nasional mengambil tema Bank ASI Dalam Syariat Islam. Menyebut judul syariat dimaksud untuk menegaskan bahwa yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam Islam itu adalah syariat, sedangkan sebutan fiqih itu merujuk kepada bidang ilmu yang menginterpretasi syariat, khususnya yang belum dinyatakan eksplisit secara tauqifi (nash).
Pilihan tema bank susu atau ASI (air susu ibu) sebagai jawaban terhadap masalah kontemporer yang memerlukan bimbingan bagi umat Islam, setidaknya bagi ibu menyusui yang sulit menyusui baik alasan kesehatan maupun alasan perempuan di dunia kerja.
Konsepsi sepersusuan disebut rada'ah bahagian yang dapat didiskusikan atau ijtihadiyah. Radha’ah adalah hubungan mahram yang di akibatkan oleh persusuan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepada bayi yang bukan anak kandungnya. Radha’ah ni juga menjadi salah satu bab didalam kitab fiqih. Penting sekali untuk di bahas dan di teliti supaya bisa menjadi pengetahuan, terlebih lagi dalam kajian fiqih keluarga. Konsep radha’ah yang bisa di kategorikan kepada susuan yang bisa menyebabkan adanya hubungan mahram baik bagi yang menyusui atau yang disusukan.
NASH TENTANG RADA'AH
Perintah radha'ah terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 233. Terjemahannya: “Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yatu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.
Pada ayat 234 surat al Baqarah di atas secara tersurat (eksplisit) menyatakan bahwa kebutuhan ibu yang sedang menyusui adalah tanggung jawab ayah. Secara tasirat (implisit) nash di atas menunjukkan bahwa anak adalah berasal dari ayah, ayahlah yang menjadi sebab adanya anak. Secara tasuruk, atau mafhum mukhalafahnya bahwa ayah adalah pemilik anak.
Tiga pemahaman di atas membawa konsekuensi bahwa ayah bertanggung jawab penuh terhadap penyusuan, pengasuhan, segala biaya dan keperluan ibu wajib dipenuhi ayah. Menyediakan ASI baik dari ibu sendiri ataupun dari orang lain yang dibeli adalah kewajiban sang bapak.
Diskusi tentang rada'ah dapat diteruskan dengan mencermati makna surat Nisa ayat 59, kata taza'tum (bila ada perbedaan) kembalikan pada al Quran dan hadis, artinya mestilah dipelajari isyarat hukum yang terkandung dalam ayat tersebut. Pesan ini memberikan makna bahwa umat diberikan peluang untuk terus berikhtiar disebut juga bahwa pintu ijtihad tetao terbuka ijtihad.
HUKUM BANK ASI
Bank ASI (air susu ibu) adalah satu di antara masalah yang perlu mendapat penjelasan fiqih atau hukum Islam disebabkan tuntutan era modernitas, dimana kaum perempuan banyak yang berkerja di ruang publik.
Secara umum ada dua kutub pemikiran atau ijtihad ulama tentang bank susu, yaitu lebih terbuka dan konservatif, ketat dan persyaratan tertentu.
Ulama kontemporer YUSUF Qardawi, memberikan pengertian arda'a adalah masuknya air susu ke dalam perut bayi baik cara menyusukan biasa atau dengan diminumkan melalui alat minum.
Dasar yang menjadi landasan bolehnya bank ASI atau bank susu oleh Yusuf Qardawi adalah kemutlakan ayat 234 surat al Baqarah di atas. Mutlaknya ayat itu memberikan kesempatan bolehnya bank susu untuk merealisasikan hak ibu dan kewajiban bapak dalam menjamin hak anak mendapatkan ASI dan susu yang berkualitas.
Ulama Mazhab, penulis kitab kuning ysnb diajarkan di Surau dan Pondok Pesantren lebih memilih cara yang ketat dan membatasi sedemikian rupa. Ayat tentang rada'ah yang mutlak tidak dapat diberlakukan begitu saja, perlu diperhatikan muqayyad. Radaah itu lafdaz mutlak, tidak boleh diamalkan bila tidak diperhatikan muqayyad (kreteria).
Ada 6 (enam) muqayyadnya yaitu jumlah atau berapa kali menimal 4 (empat) kali menyusui yang memuaskan anak. Waktu menyusui sebelum anak berusia 2 (dua) tahun. Diyakini bayi puas dan kenyang saat menyusu pada ibu susunannya. Diyakini susu ibu susuan benar masuk ke dalam perut bayi.
Hikmah haram nikah sepersusuan ini memposisikan ibu susu dengan ibu kandung adalah wujud dari penghargaan terhadap perempuan khususnya ibu susuan. Secara kesehatan susu ibu adalah pembentuk fisik dan psikis bayi. Air susu itu bahagian dari ibu, ia akan memberi kasih sayang maka ibu susuan kedudukan sama dengan ibu kandung.
KHATIMAH
Adanya dua pandangan terhadap bank susu atau bank ASI yang membolehkan secara lebih luas berdasar pada kemutlakan nash dan ada yang tidak membolehkan bahkan tidak membolehkan karena nash mutlaq mesti diikuti dengan muaqayyad.
Sikap terbaik hemat penulis adalah memahami perbedaan paham yang berkaitan dengan masalah ijtihadi lebih arif. Bila fatwa atau pendapat itu bersifat pribadi (ijtihad fardi) itu hanya berlaku untuk dirinya atau orang yang mengikutinya. Bila pendapat itu ditetapkan oleh ijma'(kolektif, institusi ulama, mufti) dapat menjadi acuan umat.
Fatwa MUI dan institusi fatwa yang mendapat legalisasi negara adalah ijtihad ijmai' yang memutus perbedaan pendapat, al hukmu hakim yarfaul khilaf (ketetapan pemerintah menyudahi perbedaan, artinya mengikat semua yang berbeda pendapat. Oleh karena, bank ASI atau bank susu hukum syariatnya dapat ditetapkan oleh Fatwa MUI dan atau keputusan Pemerintah.