Buya Yahya, nomor dua dari kanan, adalah tokoh ulama di Tanjung Pucuk Jambi yang lama mengaji di Kalampaian, Ampalu Tinggi. (bustanul arifin) |
Jambi, Sigi24.com--Ya nabi, salam alaika, ya rasul salam alaika, ya habibi salam alaika, shalawatullah alaika.
Kalimat ini disebut dengan shalawat, mengandung doa untuk junjungan ummat, Nabi Muhammad Saw. Kalimat ini akrabnya di kalangan masyarakat Sunni.
Ya, masyarakat yang teguh dengan nilai-nilai ahlussunah waljamaah, dan lebih khusus lagi warga Syattariyah tentunya.
Di Masjid Al-Mukhlisin Tanjung Pucuk Jambi, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, Sabtu 30 September malam, untaian kalimat itu bergema.
Dinyanyikan secara bersama, lewat komando Mashendri Malin Sulaiman, ulama yang sengaja datang dari Padang, Sumatera Barat untuk mengisi kegiatan peringatan maulid nabi malam itu.
Dan kalimat shalawat itu sendiri sudah menjadi bacaan khas, terutama pada saat suasana maulid nabi. Jadi di masjid yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lama ini, peringatan maulidnya lengkap.
Disebut lengkap, lantaran ada lantunan shalawat, menandakan kecintaan ummat dan masyarakat kepada pemimpin dunia akhirat, Nabi Muhammad Saw.
Kemudian diuraikan dalam bentuk ceramah pengajian oleh Buya Malin, begitu Mashendri Malin Sulaiman akrabnya di tengah masyarakat dan jemaahnya.
Buya Malin sendiri sudah mengetahui kalau di desa itu masih kuat paham Syattariyah masyarakatnya. Sebagian tokoh masyarakat di situ juga jadi jemaah Buya Malin, baik dalam pengajian maupun ketika hendak melakukan ibadah umrah.
Buktinya, Masjid Al-Mukhlisin itu sendiri mimbarnya masih mencerminkan sebuah masjid kaum ahlussunah waljamaah.
Ada sebatang tongkat di mimbar masjid itu, yang dipegang oleh khatib ketika sedang membaca khutbah, baik khutbah Jumat maupun khutbah shalat hari raya.
Sepertinya, tradisi dan penguatan budaya masyarakat dalam beragama di Tanjung Pucuk Jambi ini, patut dirawat dengan baik.
Dihadirkannya Buya Malin untuk mengisi agenda maulid, tentu bagian dari penguatan kajian Syattariyah itu sendiri. Kajian Syattariyah yang menjadi amalan masyarakat di situ sejak dulunya.
Tak goyah oleh banyaknya corak dan ragam pengajian yang berkembang saat ini. Adalah guru dan ulama yang membuat paham itu terpancang kuat di tengah masyarakat.
Buya Malin tak sendirian. Ada sejumlah jemaah yang diangkutnya ke sana, guna untuk membangun jembatan silaturahmi yang dikemas dalam kegiatan safari dakwah.
Pertalian pengajian masyarakat Tanjung Pucuk Jambi masih kuat dengan silsilah Syekh Burhanuddin Ulakan, Padang Pariaman.
Buya Yahya, seorang tokoh ulama dan pemuka masyarakat Tanjung Pucuk Jambi menyebutkan, kalau dia lama mengaji dan menuntut ilmu dulunya di Padang Pariaman.
"Dimano Pariaman," tanya Buya Yahya ke Bustanul Arifin Khatib Bandaro, perwakilan Majlis Zikir dan Shalawat Al-Wasilah di Padang Pariaman yang ikut bersama Buya Malin ke Tanjung Pucuk Jambi malam itu.
Saya lama di Ampalu Tinggi, kata Buya Yahya melanjutkan pembicaraan. Tahun 1975 dia sudah mengaji di Kalampaian Ampalu Tinggi bersama Syekh H. Ibrahim, seorang ulama besar, pengelola pesantren tertua di Padang Pariaman.
Sama dengan Bustanul Arifin yang lama juga mengaji di Kalampaian itu. Tapi beda tahun. Buya Yahya ini masuk ke Ampalu Tinggi, Bustanul Arifin masih dibawa-bawa oleh ayahnya.
Zaman Buya Yahya mengaji di Surau Kalampaian tersebut, agaknya pesantren itu mengalami masa-masa kejayaan. Dari jauh-jauh masyarakat dan anak-anak datang berguru ke situ.
Termasuk Buya Yahya dari kampung perbatasan Sumatera Barat dengan Jambi. Pun masyarakat lain, seperti dari Teluk Kuantan, Provinsi Riau juga tersebut pernah mengaji di Kalampaian itu.
Zaman itu, Ampalu Tinggi jadi barometer pesantren di Minangkabau. Pesantren ini banyak melahirkan ulama hebat, taat dan kuat memegang pengajian yang berpahamkan ahlussunah waljamaah.
Ketika kita sambungkan semua pesantren yang ada di Padang Pariaman dan Sumatera Barat saat ini, pun erat kaitannya dengan trah Kalampaian ini.
Buya Malin, ulama tua belum muda terlampau asal Muaro Sijunjung ini tercatat sebagai alumni Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan dan MTI Batang Kabung Padang, adalah dua pesantren yang masih bertali temali dengan Kalampaian.
Syekh H. Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, pendiri Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan pernah mengaji di Kalampaian. Pun Syekh H. Syalif, pendiri MTI Batang Kabung Padang juga lama di Ampalu Tinggi.
Mengisi pengajian di Tanjung Pucuk Jambi, setidaknya Buya Malin telah memperkuat kembali langkah dan amalan masyarakat di situ.
Amalan sebagai masyarakat dengan konsep ahlussunah waljamaah, mengikuti Mazhab Syafi'i dalam ibadah, tentu buah dari pengajian yang dipelajari dulunya oleh Buya Yahya di Kalampaian. (ad/red)