Jakarta, Sigi24.com--Pertunjukan Mahakarya Randai Dua yang berjudul The Story of Malin Kundang, menarik perhatian Denny JA, penulis dan sastrawan yang akhir-akhir ini tertarik pada lukisan artificial intelligence.
Ia memamerkan 10 lukisannya terkait the new Malin Kundang di era 4.0 . Filosofis dari karyanya membuat kita merenung antara teknologi dan kemanusiaan yang bisa berbahaya jika manusia tak hati- hati.
Mengutip Denny JA,
"Apa yang terjadi jika di satu masa Artificial Intelligence (AI) sudah melewati kecerdasan kolektif manusia? Saat itu AI bukan saja sudah mandiri. Mereka tak hanya mampu menyempurnakan sistemnya sendiri. AI saat itu dapat memperbanyak unitnya terlepas dari campur tangan manusia.
Lalu mereka berkonspirasi memberikan informasi yang sengaja disalahkan untuk memusnahkan atau melemahkan species homo sapiens. Katakanlah, AI bersiasat memberikan pedoman soal lingkungan hidup yang canggih tapi sengaja dimanipulasi justru untuk menghancurkan manusia"
Mahakara Randai adalah karya Sumbar Talenta Indonesia bersama anak muda profesional di rantau. Mereka menampilkan cerita legenda Malin Kundang yang dikenal durhaka pada ibu yang melahirkannya.
Bersamaan dengan itu lukisan Denny JA akan dipajang di ruang sebelum masuk ke ruang pertunjukan teater Taman Ismail Marzuki Jakarta. Dua perpaduan seni antara tradisi dan teknologi.
AI adalah Malin Kundang Baru?
"Artificial Intelligence ini dapat tumbuh menjadi Malin Kundang jenis baru. Dalam tradisi Sumatera Barat, kita mengenal kisah Malin Kundang. Sejak kecil, si Malin ini dirawat dan disayang oleh ibu yang melahirkannya.
Lalu si Malin itu berlayar ke negeri seberang. Ia tumbuh dewasa dan perkasa. Ketika kembali ke kampung halaman, Malin Kundang durhaka dan melukai hati ibunya.
Akankah Artificial Intelligence mengalami kisah serupa? Setelah ia sampai melampaui kecerdasan manusia ? " Pertanyaan Denny ini menarik didiskusikan dan akan terus menjadi perdebatan sengit dengan pro dan kontranya nanti.
Sebanyak 10 lukisan AI ini mengambil latar suasana Minang, Sumatera Barat. Seorang ibu memakai jilbab sebagaimana umumnya ibu - ibu di Sumatera Barat. Ia begitu merawat dan mencintai anak kecilnya.
Tetapi dalam lukisan itu, si anak kecil itu berbentuk robot artificial intelligence. Sosok Malin Kundang diwakili oleh robot artificial intelligence itu. Ia begitu lucu dan menyenangkan ketika masih kecil dan belum berdaya. Namun lukisan itu tak menyatakan ketika tumbuh dewasa, AI akan otomatis durhaka seperti Malin Kundang.
Hanya saja judul lukisan itu memberikan aksen: The New Malin Kundang? Sengaja Denny memberi tanda tanya di ujung judul. Itu lebih untuk memprovokasi diskusi bukan kesimpulan.
Artificial intelligence mungkin menjadi hal terbaik atau terburuk yang pernah datang dalam sejarah manusia, namun Denny JA meyakini, manusia sampai kapanpun tetap menjadi tuan bagi ciptaannya sendiri.
Sama juga dengan Malin Kundang, tinggal menyikapi sebagai anak maupun ibu akan menjadi baik atau buruk. Tergantung manusianya.
Mari menonton Mahakarya Randai dua sekaligus melihat pameran lukisan Denny JA yang akan mengaduk- aduk perasaan dan pikiran kita. (rls/red)