Foto bersama sebagian peserta dengan Prof. Awis Karni. (ist) |
Padang, Sigi24.com---Merasa beruntung dan salud. Ini yang saya rasakan ketika diikutkan dalam Bimtek peningkatan kapasitas jurnalistik, Selasa hingga Kamis (28-30/3/2023) lalu.
Wartawan, adalah sebuah profesi yang menuntut orang yang menggelutinya untuk terus menuntut ilmu. Lupa atau malas menuntut ilmu, tunggu sajalah waktunya, wartawan itu akan digilas oleh perkembangan dunia yang digelutinya.
Perkembangan jurnalistik di tengah menjamurnya digitalisasi, adalah pukulan keras untuk wartawan agar terus mencari dan menuntut ilmu. Karya tulis wartawan harus berkembang. Tidak monoton, dan tidak berkutat dari itu ke itu saja. Masyarakat pembaca dan pemirsa kian maju dan berkembang. Masyarakat sudah sangat cerdas, dan tak menutup mata, bahwa pembaca banyak yang hebat dari wartawan itu sendiri.
Hasil karya hebat dan mumpuni, hanya lahir dari wartawan yang mau menuntut ilmu. Mengamalkan hadist nabi, bahwa menuntut ilmu itu dari hayunan hingga liang lahat.
Seperti kajian Dr. Wakidul Kohar. Dekan Fakultas Dakwah UIN Imam Bonjol Padang ini menggambarkan, betapa pentingnya membaca kisah wartawan, untuk memotivasi kita dalam bekerja sebagai jurnalis.
Saya teringat dan tentunya beruntung, cukup banyak membaca dan memiliki buku. Pun buku kisah wartawan hebat di Indonesia, yang bisa memberikan motivasi untuk menambah gairah bekerja.
Akan lebih hebat dan bagus pula, bila kisah kita tentunya dituangkan dalam buku, dan diedarkan di tengah masyarakat, sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat.
Ya, kisah manis dan pahit menjalani dunia wartawan lapangan bertahun-tahun. Tentu kisah ini menjadi pelajaran tersendiri bagi banyak orang yang ingin mencemplungkan diri ke dunia ini.
Wakidul Kohar sepertinya ingin mengorek kepribadian peserta yang terdiri dari wartawan senior dan pemula itu. Apakah hobi dan senang membaca atau tidak suka membaca sama sekali.
Dengan banyak membaca dan menuntut ilmu, diyakini kepribadian wartawan itu terbentuk dengan baik. Etika dan moral, mencerminkan hasil karya wartawan itu sendiri.
Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers sebagai "kitab suci" wartawan dalam berbangsa dan bernegara, juga ada kode etik profesi yang terdiri dari Kode Etik Wartawan Indonesia dan Kode Etik Jurnalistik, serta Quran dan Hadist sebagai pedoman tertinggi dalam melahirkan karya jurnalistik.
Ini yang digambarkan Prof. Awis Karni. Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang luar biasa sekali aspek moral dan etikanya dalam memberikan materi.
Kontrol sosial yang disandang media dengan wartawannya, adalah nahi munkar dalam Quran. Banyak aspek yang kita kaji, sehingga lahir karya terbaik dari kontrol sosial ini.
Ini problem tersendiri. Wartawan terjebak dengan tugas dan tanggungjawabnya. Kadang dia bertindak sebagai polisi, hakim, kadang jaksa. Akibatnya susah untuk menjelaskan. Apalagi sang wartawan larut dalam hal ini, dan memberikan doktrin ke kadernya seperti demikian, maka beruntun kesalahan itu.
Kembalikan profesi wartawan itu, yakni risalah. Ya, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial sesuai etika dan moral dalam kode etik profesi serta undang-undang. Karya yang bagus akan dihargai dengan sangat tinggi. Tuhan punya cara itu, meskipun sebagian besar perusahan pers di Sumatera Barat tidak mampu menghidupi wartawannya.
Salud
Adalah anggota DPRD Sumbar Muhammad Ridwan dari PKS yang bermitra dengan Dinas Kominfo yang melakukan "intervensi", sehingga Bimtek ini terwujud.
Muhammad Ridwan pun memuji seorang jurnalis muda, tapi sudah Pemred, Wartawan Utama di daerah pemilihannya, Piaman: Ikhlas Darma Murya yang dikenal dengan IDM.
Karena dari komunikasi dan interaksi Muhammad Ridwan dan IDM, Bimtek akhirnya terlaksana di bulan puasa. Kata mantan Tenaga Ahli DPR RI ini, kegiatan ini bagian dari upaya dia dalam menyambung silaturahmi dengan wartawan.
Dia punya pertalian tersendiri dengan wartawan ini. Katanya, nilai terbaik dari hasil akhir kampus, adalah hasil karya tulisnya yang dimuat media. Pun jadi Presiden BEM Unand, juga tak terlepas dari jurnalistik.
Muhammad Ridwan jadi Ketua DPD PKS Kota Pariaman, tak melupakan pers dalam menjalankan roda partai di tanah kelahirannya. Nah, hubungan baik itu harus terus terlaksana, sesuai situasi dan kondisinya.
"Meskipun kita tak pernah buka dan sahur bersama selama kegiatan ini, karena sesuatu lain hal, hakikatnya kita sudah bersama," ulas dia.
Tidak sekali ini. Bimtek tersebut direncanakan tiga angkatan. Tentu peserta tidak boleh sama alias itu ke itu saja. Angkatan kedua direncanakan untuk wartawan milenial dan angkatan ketiga khusus untuk jurnalis perempuan. (ad)