Zaitul Makmur sedang memimpin upacara. (ist) |
Padang Pariaman, Sigi24.com--Bagai berselancar di tengah ombak nan ganas. Hanya keyakinan dan kesungguhan yang membuat Zaitul Makmur lolos dari rintangan itu.
Berliku, penuh dengan tanjakan, harus kuat dihadapinya, sehingga bisa melesat jauh ke depan. Berjabatan tinggi di lingkungan sekolah, dalam waktu relatif sangat singkat.
Empat tahun jadi ASN di lingkungan Kemenag, di tempatkan di MAN I Padang Pariaman, dengan bidang studi PAI, Zaitul Makmur menjalaninya dengan sungguh-sungguh.
Loyal pada pimpinan, tepat memberikan materi ajar, mengikuti semua proses yang berlaku terhadap diri di madrasah itu, Zaitul Makmur dapat promosi jadi Waka bidang kurikulum.
Tentu jalan secepat itu tak mudah untuk dilalui seorang Zaitul Makmur. Hanyak orang luar, terutama rekannya yang lain melihat langkah Zaitul Makmur mulus.
Zaitul Makmur, yang sejak 10 tahun terakhir sudah memimpin MTsN 2 Padang Pariaman ini menuliskan kisahnya dalam sebuah buku.
"Berlian di Kaki Marapi". Itu judul buku kisah yang ditulisnya sendiri. Sungguh kisah yang mampu membangkitkan motivasi.
Bayangkan, ketika dia pertama jadi CPNS itu, ditempatkan di MAN I Padang Pariaman, lewat studi akhlak.
Pertama masuk dan melapor, rupanya jam untuk studi ini sudah penuh. Hanya jam PPKN dan sejarah yang tersedia.
Zaitul Makmur yang sudah kenyang dengan pengalaman honor, tak membuat dia lari dari tantangan baru itu.
Dia ikuti alur sesuai petunjuk dan peraturan yang ada. Jadilah Zaitul Makmur di hari pertama mengajar sebagai CPNS itu pada bidang akidah akhlak dan sejarah nasional, sesuai arahan dari sang Waka Kurikulum di sekolah kala itu.
Tentu, Zaitul Makmur tidak lagi sebagai honor. Dia sudah resmi jadi PNS. Pun keterikatannya dengan sebuah partai politik, sudah ditanggalkannya, sebelum dia jadi pegawai.
Meskipun sudah mundur secara resmi dan tertulis dari partai, langkah itu tak berjalan mulus. Maklum, pegawai negeri sipil adalah pekerjaan yang diincar banyak orang.
Punya masa depan jelas, ada jaminan di hari tua, dan segalanya dijamin. Banyak yang minat, tentu untuk jadi PNS penuh dengan persaingan.
Ketika pertama masuk sebagai guru PNS itulah, Zaitul Makmur mendengar suara-suara sumbang terhadap dirinya, soal keterlibatannya di partai politik.
Dan sempat dipersoalkan, menyebar luas hingga sampai ke media massa. Namun, Zaitul Makmur orang yang disiplin.
Taat aturan. Klarifikasi kemundurannya dari partai pun dijelaskannya dengan baik dan benar, sehingga tak begitu bergejolak lagi.
"Saya perlihatkan surat mundur dari pengurus dan anggota partai," tulis dia dalam buku itu.
Sabar dan sungguh, membuat lompatan Zaitul Makmur diperhitungkan dalam setiap fase yang dilaluinya.
Dari 40 orang guru di MAN I Padang Pariaman tahun 2007 itu, hanya empat orang yang dipanggil untuk melengkapi portofolio sebagai guru sertifikasi.
Satu dari empat orang itu, adalah Zaitul Makmur. Guru akidah akhlak dan sejarah nasional.
"Saya bingung waktu itu," tulis Zaitul Makmur, pria kelahiran 1973 ini.
Betapa tidak bingung. Guru senior lebih banyak dari dia yang tidak masuk dalam daftar panggilan itu.
Dia yang terasa baru kemarin sore, sudah masuk di panggil. Jumlahnya pun tak banyak. Hanya empat dari 40 orang guru di madrasah yang terletak di Batas Renville ini.
"Saya baru CPNS. Sementara guru PNS banyak, tapi tak masuk dalam panggilan," sebut dia dalam buku tersebut.
Setelah dia bertanya pada tim asesor, barulah Zaitul Makmur tahu, bahwa semua guru akidah akhlak di Padang Pariaman berstatus honorer.
"Kecuali saya guru akidah akhlak yang sudah PNS," kata dia, seperti disampaikan tim asesor dalam menjawab pertanyaan kebingungannya.
Zaitul Makmur dinyatakan lulus sertifikasi dengan portofolio. Pengalaman 10 tahun honor, 1996 - 2006 rupanya sangat menentukan kelulusan jalur portofolio.
Lagi-lagi lompatan seorang Zaitul Makmur didasari dari ketulusan dan kesungguhan. Mengikuti Diklat dasar pendidikan akidah akhlak selama 15 di Balai Diklat Depag Padang, tentu setelah adanya petunjuk dan aturan yang dilaluinya.
Hasil itu di sosialisasikan di madrasah, sebagai tanggungjawab moral setelah mengikuti pelatihan.
Ya, kepada seluruh guru dan pimpinan. Pun kepada siswa dan siswi juga menjadi kewajiban untuk diaplikasikan ilmu selama Diklat tersebut.
Selang setahun setelah Diklat itu, Zaitul Makmur kembali dapat tugas sebagai fasilitator guru akidah akhlak, yang dikirim ke Pusdiklat Jakarta.
Selama 21 hari Zaitul Makmur mengikuti Diklat nasional itu, membuat ilmu pengetahuan, serta pengalamannya bertambah, dan menjadi luar biasa.
Disebut luar biasa, dan menjadikan langkah Zaitul Makmur ke depannya kian cemerlang dan sukses tentunya.
Prosesi pensiun Waka Kurikulum di sekolah itu pun sedang berlangsung. Calon pengganti harus disiapkan.
Sang Kepala madrasah membicarakan soal ini dengan semua guru dan Waka yang ada di madrasah, termasuk ke Zaitul Makmur yang baru saja selesai mengikuti Diklat nasional, fasilitator guru akidah akhlak.
Ibaratnya, pandangan dekat sudah ditukikkan, pandangan jauh juga telah dilayangkan.
Pandangan untuk Waka Kurikulum berikutnya itu tertuju pada Zaitul Makmur. Tentu segala sesuatu yang berhubungan dengan kerja Waka Kurikulum ini sudah mampu untuk dijalankan Zaitul Makmur. (ad. bersambung)