Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Haul ke-25 Syekh Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, Sepenggal Kisah di Lubuk Pandan

Twibbone untuk meramaikan haul ke-25 Syekh H Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah. (ist)

Sigi24.com--Jumadil Akhir bagi keluarga besar Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum adalah bulan istimewa. Di bulan ini, tepatnya 19 Jumadil Akhir, Syekh H Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah pergi meninggalkan dunia yang fana ini. 

1908-1996, rentang usia yang cukup panjang. Suka duka dalam belajar dan mengajar, membuat Buya, begitu semua santri menyapa Syekh H Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah di pesantren itu. 

Menjadi pelajaran tersendiri. Saya mengajak seluruh keluarga besar ini untuk mengistimewakan bulan ini. Tapi belum bisa, dan mungkin karena banyak faktor, sehingga tak banyak yang mau mengenang kembali kisah dan cerita ketika bersama Buya. 

Saya memang tak lama di Lubuk Pandan, pesantren yang didirikan Buya pada 1940 ini. Hanya lima tahun. 1993-1998. Kalau pun ada kisah dan cerita, tentu tak sebanyak dan sedalam kawan yang lama mondoknya di situ. 

Kisah dan cerita saya masuk Lubuk Pandan tak terlepas dari nama besar Buya yang sering disebut dan diceritakan oleh sebagian guru tuo di Darul Ulum Padang Magek, tempat saya mondok sebelum ke Lubuk Pandan. 

Lalu, ada senior saya di Padang Magek yang duluan pindahnya ke Lubuk Pandan. Sudirman namanya, yang ketika saya pindah ke Lubuk Pandan, Sudirman yang anak Tanjung Mutuih, Koto Dalam ini sudah jarang di situ. 

Dia sudah tamat "marapulai" dua tahun sebelum saya tiba di situ. Ada beberapa kali bersua dan saya sempat pula mengaji dengan Sudirman ini. 

Belakangan, setelah saya sekian lama di Lubuk Pandan, datang dua orang yang terbilang dunsanaknya Sudirman, diantar oleh Alfa Edison, seorang kepala desa di Koto Dalam, dan kini anggota DPRD Padang Pariaman dari NasDem. 

Pertama ke Lubuk Pandan, saya diantar Sumardi Tuanku Kuniang. Naik bus jurusan Padang - Sungai Sariak. Turun di Kampung Bonai, Parit Malintang dan berjalan kaki ke Kampung Guci, Lubuk Pandan. 

Kala itu, berjalan dari Kampung Bonai agaknya menjadi kebiasaan para santri di pesantren tersebut. Pun anak sekolah dan masyarakat menjadikan jalan menempuh areal persawahan itu jadi jalan alternatif untuk keluar dari kampung. 

Tiba di Lubuk Pandan, Buya sedang tidak di surau. Para guru tuo sedang bercengkrama di koperasi pondok di sudut kiri bawah bangunan utama pondok itu. 

Ada Tuo Syamsuir, Tuo Lukman dan guru tuo lainnya. Tuanku Sumardi mengabarkan ke guru tuo itu, kalau saya ingin mengaji di situ. 

Dia tanyakan rukun syarat dan perlengkapan lainnya yang mesti dibawa saat akan memulai mengaji. 

Saya memulai di Lubuk Pandan, Amiruddin Tuanku Kuniang, anak Ampalu yang juga terbilang dunsanak dengan saya, sedang jadi marapulai kaji. 

Dia sama jadi marapulai dengan Rumida anak Batagak, Nafai Tuanku Khatib, anak Lubuk Pua. 

Amiruddin ini tinggal di Anjung Jaya, dan saya mungkin karena dunsanak tinggal di tempat dia. 

Anjung Jaya dominan kawan dari Aripan Solok, Lumindai. Jakfar Tuanku Imam Mudo guru tuo di situ. Kepada Tuanku Jakfar ini banyak yang mengulang kaji, termasuk juga saya. 

Waktunya nyaris 24 jam untuk mengajar. Pagi habis Subuh, kami belajar bahasa Arab. Lalu berpisah, masing-masing kami pergi ke kelas yang sudah di tentukan. 

Dan malamnya, saya juga gabung dengan rombongan Amiruddin yang marapulai kaji untuk mengulang tafsir dengan Jakfar Tuanku Imam Mudo ini. 

Dan seluruh santriwati ditangani Jakfar Tuanku Imam Mudo ini. (ad)


Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies