Yudi Hernandez |
Sigi24.com--Term surau sangat identik dengan masyarakat Minangkabau khususnya di Piaman. Usianya berbarengan dengan proses terjadinya islamisasi di Piaman. Surau masih eksis dari dulu sampai kini karena kegunaanya yang multifungsi. Surau sebagai khazanah pembentukan karakter anak muda dalam menjalani kehidupan.
Dalam sejarah surau Syekh Burhanuddin yang didirikannya tahun 1646-1704 setelah sekembalinya dari Aceh dan menjadikan Ulakan sebagai lokasi suraunya pada tahun 1680. Surau Syekh Burhanuddin paruh pertama abad ke-17 sudah menjadi pusat penyebaran Islam di rantau pesisir Minangkabau. Surau ini merupakan surau tertua yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional dalam meletakkan dasar-dasar proses pembelajaran.
Surau menjadi sentral aktivitas masyarakat yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan agama, adat dan budaya. Surau membentuk learning society dalam masyarakat di Piaman. Sampai saat ini, di tengah gerusan globalisasi dan dan kapitalisme pendidikan, surau sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional masih eksis dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Secara historis sebagai pusat pengembangan ajaran Islam tertua di sepanjang pantai di Sumatera Barat, masyarakat Piaman sangat agamais yang tercermin dalam sikap dan perilaku yang memegang teguh ajaran Islam dan memiliki tanggung jawab untuk mensyiarkan ajaran agama Islam.
Secara ilmiah surau adalah lambang kesakralan yang mencerminkan sikap religius, sopan santun, dan ketaatan. Perkembangan generasi muda di Piaman bisa di tentukan dari berapa lama waktu untuk di surau.
Secara fakta bahwa sangat besar fungsi dan peran surau bagi perkembangan generasi muda di masa lalu. Sungguh sangat disayangkan bila sistem pembelajaran surau sangat strategis ini mengalah pada perubahan zaman. Surau mewadahi proses lengkap dari sebuah regenerasi masyarakat di Piaman dan sangat sulit di cari tandingannya dalam kultur manapun di dunia ini.
Selaku masyarakat di Piaman kita harus berbangga dengan hal itu, mengingat sumbangsih surau telah banyak dalam melahirkan tokoh-tokoh besar. Seiring dengan perkembangannya islam, surau menjadi aset yang dapat dipergunakan untuk menyebarkan dan mengenalkan konsep-konsep dasar Islam.
Surau menjadi titik awal terbentuknya karakter tradisional Islam di wilayah penyebarannya di Piaman. Kedekatan emosional masyarakat Piaman dengan surau menjadi faktor kunci lestarinya pemahaman tradisional.
Azyumardi Azra mengatakan bahwa dalam perkembangannya surau semakin luas fungsinya. Selain menjadi asrama anak-anak muda, juga menjadi tempat mengaji, belajar agama, tempat upacara-upacara yang berkaitan dengan agama, tempat suluk, tempat berkumpul dan rapat, tempat penginapan musafir, tempat berkosidah/bergambus dan sebagainya (Azra, 1985: 157). Artinya di sini surau sudah berfungsi menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam.
Dalam khasanah filosofi kebudayaan minangkabau, surau memiliki peran yang sangat penting dalam struktur sosial masyarakat. Surau ini tidak hanya dianggap sebagai sebuah lembaga keagamaan. Tetapi memiliki sebuah fungsi sebagai tranformasi nilai-nilai budaya dan agama dalam masyarakat minangkabau.
Pendidikan ilmu agama yang diajarkan di surau melalui pokok-pokok akidah, akhlak mulia serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian diikuti dengan pengajaran agama islam yang mudah untuk dipahami dan diamalkan. Pendidikan al-qur'an seperti halnya pengenalan huruf hijaiyah, tajwid, tafsir al-qur'an. Bahkan di surau-surau tertentu telah diajarkan tasauf, mantik, syaraf dan yang lain sebagainya.
Begitupun Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan profil Muslim, Intelektual serta Prefesional di Piaman. Dengan memiliki tiga ranah yaitu struktural, fungsional dan perkaderan. HMI di Piaman yang terdiri dari Cabang setingkat Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) dan Komisariat yang berada di tingkat kampus.
Surau bisa dikatakan DNA-nya HMI di Piaman. Karena mengingat surau merupakan representasi agamais HMI di Piaman. Seperti kata pepatah Minangkabau "Syarak mandaki adaik manurun". Syarak di artikan sebagai agama yang berasal dari bawah pesisir pantai yaitunya Piaman.
HMI di Piaman mencakup dua wilayah, yaitu Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Kampus dengan latar belakang pendidikan Islam seperti Sekolah tinggi Ilmu Tarbiyah Syekh Burhanuddin (STIT SB) Pariaman dan Institut Agama Islam (IAI) Pariaman cukup banyak melahirkan kader HMI.
Sebagian besar kader HMI di kampus tersebut menyandang gelar Tuanku yang didapatkan di Pesantren Ringan-Ringan Pakandangan dan Ambung Kapur. Kader-kader dari latar belakang pesantren tersebutlah nantinya sebagai garda terdepan dalam mewarnai karakteristik agamais HMI di Piaman.
HMI di Piaman yang menghimpun mahasiswa yang beragama Islam harus menonjolkan karakter agamaisnya. Mengingat sejarah panjang proses islamisasi di Piaman yang dilakukan oleh Syekh Burhanuddin. Surau adalah sarana tempat penempaan dan pendalaman ilmu agama. Di Piaman surau harus dijadikan karateristik oleh kader HMI. Jika HMI di Ciputat terkenal dengan Filsafatnya, HMI di Makassar terkenal dengan gerakannya, HMI di Piaman dengan corak agamaisnya.