Halaqah fiqh peradaban di Pasaman. (ist) |
Pasaman, Sigi24.com--Nahdlalul Ulama merupakan pelembagaan ajaran Islam yang dibawa para ulama terdahulu ke nusantara, mulai dari Aceh di Sumatera, Jawa hingga disebarkan ke berbagai wilayah di Indonesia. Sehingga NU merupakan milik umat Islam Indonesia yang perlu dijaga.
Demikian terungkap dalam halaqah Fiqih Peradaban bertemakan Fiqih Siyasah dan Negara Bangsa bagi Warga Nahdliyyin di Ranah Minang, Minggu (30/10/2022) di Pondok Pesantren Darul Ulum Yapa Kombang Baru Tapus, Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman.
Tampil sebagai narasumber A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. Asasriwarni, MH dan Pengurus Lembaga Bahsul Masail PBNU KH Imaduddin Ustman al-Bantani dengan moderator Wakil Ketua PWNU Sumbar Armaidi Tanjung.
Turut Hadir Rais Syuriah PCNU Pasaman Ahmad Nawawi, Ketua PCNU Kabupaten Pasaman Asrial Arfandi Hasan, S.STP. Halaqah dihadiri lebih dari 100 peserta dari pengurus PCNU, MWCNU, Ranting NU dan badan otonom NU.
Menurut Asasriwarni, secara tegas Islam tidak menjelaskan sistem pemerintahan yang Islami. Buktinya, ketika di zaman Nabi sistem pemerintahan teokrasi, di zaman sahabat teodemokrasi, di zaman dinas Umayyah, Abbasiyah dan Turki Usmani dengan sistem monarki.
“Mengutip dari ayat An-Nisa ayat 59, An-Nisa ayat 58 dan As Syuro ayat 38, maka sudah dapat disebutkan bahwa pemerintah yang Islami tersebut bila dijalankan tiga hal. Yakni taat kepada ajaran agama, amanah dan syuro. Di Indonesia ketiga hal itu sudah dijalankan. Artinya sudah sesuai dengan pemerintahan yang Islami,” kata Asasriwarni, guru besar UIN Imam Bonjol Padang ini.
Kiai Imadduddin Ustman menyebutkan, NU hadir sebagai lembaga keagamaan yang menjaga tradisi-tradisi ulama terdahulu yang bermazhab, yakni Imam Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi. Sedangkan ulama itu juga bertasawuf sebagaimana diajarkan al Junaid al-Baghdadi dan Imam al- Ghazali.
“Para ulama itu menyebarkan Islam dengan penuh kedamaian, bagaimana menjaga kedamaian, tidak melalui peperangan. Termasuk penyebaran Islam di nusantara dilakukan dengan penuh kedamaian,” kata Imaduddin, pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kresek Tangerang, Banten ini.
Dikatakan Imaddudin, Islam yang diajarkan ulama terdahulu yang dilanjutkan oleh Nahdlatul Ulama, bagaimana selalu mengajarkan Islam dengan akhlakul karimah, santun, juga dengan akulturasi budaya masyarakat setempat. Sehingga banyak tradisi dan persentuhan budaya setempat dengan umat Islam di nusantara yang hingga kini masih dilakukan.
“Di Sumatera Barat, di Minangkabau misalnya dikenal dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK) yang sudah masuk hukum positif, yakni UU no. 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, sebagaimana disampaikan Pak Prof. Asasriwarni. Begitu pula dalam perkawinan, tidak hanya perkawinan antara pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan. Namun dikenal juga terlebih dahulu ada yang dilakukan perkawinan ninik mamak, yang dilakukan saat meminang. Perkawinan ninik mamak ini merupakan bentuk akulturasi adat budaya dengan agama,” kata Imaduddin.
Imadduddin juga menambahkan, karena Islam diturunkan di Arab Saudi, maka budaya Arab yang banyak mewarnai Islam. Sekiranya Islam diturunkan di nusantara, maka budaya Nusantara juga akan dominan.
“Karena itu, tidak semua budaya Arab yang harus dibawa dan dijalankan umat Islam di nusantara. Contohnya, budaya Arab berpakaian jubbah. Nabi saat menerima dan menyebarkan Islam berjubah. Tapi bukan berarti kita di Indonesia harus berjubah pula. Budaya di Indonesia bersarung dan berkopiah, maka cara beragama Islam boleh pula bersarung dan berkopiah," kata Imaduddin mengakhiri. (ad)