Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Menjelang Konferwil PWNU Sumut : Siapa Memimpin Atau Kemana Dipimpin Oleh : KH. Akhmad Khambali

Sumut, Sigi24.com--Konferwil PWNU Sumut sudah semakin dekat pelaksanaannya, yaitu akan dilaksanakan pada 8 - 10 September 2022 di Asrama Haji Medan. 

Beberapa topik terkait dengan pelaksanaan Konferwil PWNU Sumut sudah mulai ramai. Beberapa pemerhati sudah menurunkan pendapat, baik melalui medsos atau media elektronik maupun cetak, salah satunya juga pengamatan dari Kyai Khambali.

Selain itu kepanitiaan juga sudah dibentuk,  sebagai Ketua Panitia Misran Sihaloho. Selain itu, para pimpinan NU, baik di tingkat wilayah dan  tingkat cabang, mereka sudah berbicara terkait dengan hajat Konferwil PWNU itu. Sosialisasi tentang pelaksanaan Konferwil dimaksud, sudah dilakukan di mana-mana.

Demikian pula tentang siapa yang akan ditampilkan menjadi pemimpin PWNU Sumut ke depan, baik pada tingkat Syuriah dan juga Tanfidziyah sudah terdengar. 

Sudah pasti, dalam organisasi yang memiliki anggota dan simpati hingga jutaan orang di Sumut ini, posisi pimpinan wilayah akan menjadi sesuatu yang dipandang penting untuk direkam secara seksama. Banyak kyai NU yang memiliki keinginan terkait dengan siapa yang dianggap tepat memimpin organisasi yang diharapkan ke depan semakin maju ini.

Memang tampaknya tidak terlalu mudah untuk menentukan siapa sebenarnya yang dianggap cocok untuk memimpin organisasi yang memiliki banyak pesantren, madrasah, sekolah, rumah sakit, dan bahkan perguruan tinggi ini. Mungkin saja, orang mengira bahwa, organisasi yang di dalamnya terdapat banyak kyai, alim ulama, dan cendekiawan ini tidak terlalu sulit dalam menentukan pimpinannya.

Dalam dunia kyai/ustadz, seseorang tidak boleh mencalonkan diri sebagai pemimpin. Jika hal itu dilakukan, khawatir disebut sebagai kurang mampu menjaga tata krama kepemimpinan.

Meskipun ada benarnya. Tidak akan ada seorang ulama dan apalagi yang telah menyandang identitas sebagai seorang kyai mencalonkan diri menjadi pemimpin organisasi. 

Dalam dunia kyai, pemimpin itu diajukan dan bukan mengajukan diri. Oleh karena itu biasanya, jika terjadi ramai-ramai dalam pencalonan pemimpin NU, maka sebenarnya bukan calon pemimpinnya yang ramai, melainkan adalah orang-orang yang akan mencalonkan seseorang. Jika terjadi persaingan, maka bukan antar calon pemimpin yang akan menawarkan, melainkan antar pendukung atau antar pendukungnya.

Pembicaraan yang berkembang terkait dengan pemilihan pemimpin PWNU pada Konferwil mendatang adalah antara pemilihan langsung atau menunjuk formatur yang disebut dengan Ahlul Halli Wal Aqdi. 

Oleh karena zaman ini selalu berubah, dan ternyata perubahan itu semakin cepat, maka organisasi ini ke depan pasti akan mendapatkan tantangan baru yang bisa jadi bentuknya berbeda dari sebelumnya. Semua akibat dan arah perubahan, baik terkait dengan politik, ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan juga teknologi yang harus dibaca secara cermat. 

kemampuan membaca itu merupakan keharusan bagi para pemimpin apapun, tidak akan pemimpin PWNU ke depan.

Dalam konteks perubahan yang ditenggarai akan semakin cepat, maka pimpinan  PWNU Sumut yang akan terpilih harus mampu merespon dan membawakan gerbong organisasi itu secara tepat. 

Tantangan itu juga menjadi semakin tidak sederhana oleh karena di dalam PWNU Sumut sendiri keadaannya semakin lama semakin komplek dan variatif. Tidak mungkin PWNU Sumut hanya menjangkau sebagai organisasi para kyai pesantren, ulama, dan para santrinya. Sebab di NU terdapat berbagai kelompok, mulai dari segmen politikus, cendekiawan, pengusaha, hingga generasi muda yang telah memperoleh pendidikan yang sangat variatif.

Di dalam organisasi NU tidak hanya terdiri atas para kyai dan ulama serta anak muda lulusan pesantren, melainkan juga sudah mulai banyak putra putri kyai, lulusan pendidikan timur tengah, dan bahkan dari barat. Namun sebaliknya, bahwa di kalangan NU masih banyak para petani, nelayan, pedagang, pengrajin, buruh, dan pekerja apa saja yang halal, dan mereka berada baik di pedesaan maupun perkotaan. 

Semua itu memerlukan perhatian dari pimpinan Wilayah NU Sumut yang akan terpilih pada masa perubahan sosial yang begitu cepat ini.

Memperhatikan kenyataan itu, PWNU Sumut tidak lagi terbatas mengurus para santri yang biasa, tapi sudah sangat variatif. Keanekaragaman sosial itu pasti memerlukan figur atau sosok kepemimpinan tersendiri. 

Tuntutan ideal itu tidak saja disebabkan oleh karena umatnya yang berada pada rentangan yang semakin panjang, dan berada pada perubahan yang semakin cepat, tetapi juga oleh karena NU mengalami kesulitan untuk membawa umatnya menjadi semakin maju tanpa kehilangan dirinya.

Tampak sekali bahwa sebenarnya NU telah menyadari atas terjadinya perubahan sosial yang tidak pernah terjadi, dan terjadi dari waktu ke waktu. Untuk mengantisipasi perubahan itu, NU telah memiliki konsep yang jelas yang selalu dijadikan pegangan, yaitu: " Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik ". 

Konsep yang dimaksud indah, tetapi seperti apa gambaran kenyataannya, maka masih perlu dirumuskan lagi secara tepat. Oleh karena itu, sebelum Konferwil PWNU Sumut minggu depan, hal yang perlu bersama di saat berada pada perubahan sosial yang semakin cepat seperti sekarang ini adalah, tidak hanya menjawab PWNU Sumut akan dipimpin oleh siapa, yang tidak penting lagi adalah PWNU Sumut ke depan yang akan dipimpin ke mana. Wallahu A'lam.

*Pengasuh Majlis Sholawat Ahlul Kirom & Pengasuh Ponpes An Najah

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies