Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pemilu Tidak Didesain Brutal dan Bebas Oleh : Ory Sativa Sakban

Saya kira kita sepakat bahwa masyarakat Indonesia khususnya Padang Pariaman ini adalah masyarakat heterogen, bukan homogen.

Hari ini kita merasa, seolah kita homogen, sehingga ketika ada perbedaan sedikit kita ribut.

Padahal faktanya kita heterogen, kita punya ajaran Bhinneka Tunggal Ika, dimana perbedaan adalah fitrah, dan kekuatan kita sebagai anak bangsa, kita ini adalah satu bangsa Indonesia, dan nilai luhurnya sekaligus kekuatan kita menghargai perbedaan itu.

Maka menjadi wajarlah perbedaan pandangan dan pilihan, sehingga konflik sebenarnya hal yang wajar dalam pemilu dan pilkada. Namanya rebutan kursi, bahkan musyawarah mufakat saja konflik, adu gagasan dan pemikiran. Konflik untuk menuju mufakat.

Pemilu adalah konflik yang sah dan legal, untuk memperebutkan dan atau mempertahankan kekuasaan, pemilu itu sendiri adalah konflik, dan perbedaan pilihan adalah sah.

maka komitmen kita sebagai bangsa adalah menjaga agar konflik tersebut tidak dalam bentuk kekerasan fisik dan verbal. 

Yang harus jadi catatan adalah, karena kita heterogen, perbedaan itu adalah suatu yang sunnatullah dan pemilu pasti adanya konfliknya, maka disanalah kanalisasi nya harus ada, di sanalah peran Bawaslu, DKPP, Polisi, TNI dan Kejaksaan.

Perlu komitmen yang tinggi dari berbagai pihak untuk mematuhi aturan yang sudah dibuat oleh pemimpin kita terkait dengan pemilu. UU pemilu sudah mengatur semua, mempersiapkan lembaganya dengan detail sebagai instrumen kanalisasi terhadap konflik yang melampaui batas, sudah menggunakan kekerasan baik fisik maupun verbal. 

Money politik, fitnah, hoak, mempersoalkan lambang negara, politik identitas, politisasi agama dan sebagainya, itu adalah kekerasan verbal, semuanya tidak akan terjadi jika kita berkomitmen akan keheterogenan kita dan memahami substansi berpemilu dan pilkada.

Semua pihak harus berkomitmen menjalankan norma hukum pemilu dengan baik. Hukum pemilu kita sudah mengatur semua, dari aspek substantif/norma dan struktural hukum, semua sudah diatur dan semua sudah dilembagakan, ada yang menjalankan, tinggal kita bersama membangun kultur hukum yang baik, budaya patuh, taat hukum, disiplin hukum. perlu komitmen bersama untuk membangunnya.

Sehingga sistem pemilu dapat membangun kultur yang baik dan sebaliknya kultur yang sehat juga dapat membangun sistem pemilu yang baik pula.

Titik poinnya adalah, Pemilu dan pilkada 2024, adalah ujian atas konsistensi komitmen kebangsaan kita, tentu kita semua yang akan menentukan, pilihannya adalah, apakah kita akan memilih kultur demokrasi yang beradab dan berperadaban atau sebaliknya. Kata kuncinya adalah, bahwa semua yang kita lakukan ini, hanyalah ikhtiar, dan yang dituju adalah implementasi dari sila kelima Pancasila yakni, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Electoral engginering kita sebenarnya mengatur pemilu itu harus berjalan damai.

Pemilu kita tidak didesain brutal dan bebas, malah didesain damai, seperti kita ketahui, saat bersamaan parpol rebutan kursi legislatif, tidak bisa cakar-cakaran dengan parpol lain karena kita juga berkepentingan untuk memenangkan pilpres. 

Nah di tahun 2024, tambah lagi, di tahun yang sama, dan sangat berdekatan, meski berbeda koalisi pilpres, namun harus berangkulan lagi untuk pilkada gubernur bupati dan walikota. 

Artinya tidak ada kawan dan lawan yang abadi, dan yang terpenting adalah, membangun kesadaran, mengedukasi masyarakat kita akan hal itu, sehingga polarisasi pasca elektoral tidak terjadi. Ini hanya masalah kekuasaan, dan tujuannya adalah rakyat, tidak boleh tidak.

Parpol adalah pilar penting dalam mewujudkan kultur demokrasi Indonesia yang baik dan bermartabat. (***)

*Komisioner KPU Padang Pariaman 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies