Padang Pariaman, Sigi24.com--Bercerita mengenai Padang Pariaman di tahun 2000 an, setelah masa reformasi saat berdengungnya otonomi daerah, waktu itu ada keinginan untuk mendirikan Kota Pariaman dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Padang Pariaman sebagai sentra induk daerah pemekaran sedang panas-panasnya.
Saat itulah saya selaku masyarakat Padang Pariaman mencoba menyatukan pikiran, bahwa otonomi dan pecahnya kabupaten menjadi tiga, akan memberikan dampak positif dan negatif. Saat itu saya menuangkan pemikiran di koran Mingguan Canang dibawah topik "Pariaman Tak Lagi Laweh".
Dasar pemikiran waktu itu, adalah kita yang tadinya berkumpul dalam satu kesatuan Pariaman, Padang Pariaman dan Mentawai akan terbelah menjadi koloni sendiri-sendiri dalam tiga wilayah. Persaudaraan kita akan dipisahkan oleh yang namanya batasan wilayah dan pemerintahan.
Baiknya, pengembangan daerah dan keuangan daerah akan terpisah dan berdiri sendiri-sendiri dalam pola pengelolaan daerah yang berbeda, pembangunan pun akan berfariasi dan icon pembangunan akan menjadi bukti keberhasilan.
Tadinya 20 tahun lalu saya berharap akan terjadi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik bagi masyarakat Padang Pariaman, sejak kita melihat demo di lapangan kantor bupati zaman Muslim Kasim, setidaknya telah tiga orang bupati yang memimpin Padang Pariaman; Muslim Kasim, Ali Mukhni, masing-masing 10 tahun (2 periode) dan terakhir Suhatri Bur hampir berjalan 1.5 tahun.
Kita sudah melihat hasil dinamika pembangunan, pada masing-masing kepala daerah. Semua dengan iconnya sendiri-sendiri. Muslim Kasim dengan 9 kawasan strategis, sama kita lihat mana yang baru berhasil dan mana yang sia-sia saja (Dufan di Malibo Anai, contohnya).
Masuk periode penganti Muslim Kasim adalah incumben Wakil Bupati waktu itu Ali Mukhni dengan dua masa bakti. Di era pertama kita lihat tonjolan dengan pelabuhan laut Tiram dan sama kita lihat saat ini kondisi pelabuhan itu dan periode kedua dengan Kota Pendidikan Tarok City, dengan kondisinya saat ini juga sama kita lihat hasilnya. Untuk bupati ke-3, juga incumbent wakil Ali Mukhni, Suhatri Bur.
Semua pembangunan berbiaya besar dan terkesan tiap penggantian bupati tidak ada kejelasan dan kelanjutan pembangunanya. Artinya semua anggaran yang ditanamkan menjadi sia-sia saja.
Sekarang Suhatri Bur dengan moto Padang Pariaman Berjaya (?). Baru 1 tahun jalan belum terevaluasi karena masih meraba-raba.
Dinamika daerah berbeda-beda, Padang Pariaman dibandingkan dengan dua anaknya (Kota Pariaman dan Kepulauan Mentawai), walau dengan kondisi jumlah penduduk berbeda dan tipikal daerah bernuansa lain, yang jelas pembangunan daerahnya lebih terstruktur dan ada icon yang dibanggakan dan menjadi nuansa ukuran suksesnya pembangunan.
Ada riak, memang ada. Namun kita sama lihat hasilnya nyata dan faktual berbeda dengan Kabupaten Padang Pariaman. Padang Pariaman masa depan negri ini terbelenggu dalam kegalauan. Indikator pembangunan berbasis dana APBD juga sama kita lihat hasilnya, banyak kesia-siaan.
Pun pembangunan sektor swasta tidak semulus dinamika pembangunan ideal satu wilayah kerja, baik sebagai percepatan pendapatan daerah, sumber pembangunan lapangan pekerjaan dan sumber dinamika pembangunanan tidak memiliki ide effek pembangunan sektor swasta yang dinamikanya memberikan multyplayer effek pembanguan terhadap percepatan pembangunan dan lapangan berusaha belum atau tidak tampak.
Padang pariaman di zaman Muslim Kasim, membangun dua pasar bertaraf nasional dengan investor berbeda. Pasar Duku dengan investor Mitra Lokal Pakanbaru dengan Mr. Hong malaysia, dan Pasar Baru Anak Nagari dengan investor PT.Adhi Karya dengan mitra lokal KSU Anak Nagari. Kedua pasar itu tersia-sia tidak terberdayakan oleh masyarakat.
Sementara pasar akan mempunyai side efek usaha yang dinaminis bagi pertumbuhan daerah karena akan mengundang orang datang berbelanja, dan orang akan berjualan, sehingga terjadi sirkulasi usaha dan keuangan di daerah itu berupa pajak usaha, putaran uang sebagai akselarator dan lahirnya lapangan usaha baru bagi Padang Pariaman.
Dalam lima masa bakti kepala daerah (lima masa jabatan bupati sama dengan 25 tahun) tidak berhasil membangun sarana ekonomi pasar ini. Ada ketidak-mampuan melahirkan sarana pemutar uang bagi daerah sehingga tidak timbul stragger bagi pemicu pertumbuhan.
Hematnya kepala daerah, sudahlah membangun tidak bisa, mendorong saja juga tak mampu. Sementara walau ada debat pro kontra Pariaman Kota melahirkan pasar modern lantai 4, suka tidak suka ada yang dibanggakan. Dan Mentawai melahirkan pelabuhan udara baru dan berbenah menjadi bandara modren.
Sementara bupati kita apa yang telah dilakukannya. (**)
Oh jelas ada pak salah satunya Pai saksi nikah.😀
BalasHapus