Mentawai, Sigi24.com--Orangtua saya bekerja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Pariaman, bahagian Pendidikan Masyarakat (Penmasy), di era tahun 1967/1969. Papa sering bertugas ke Mentawai dalam program pengentasan buta uruf, era mana papa jika pulang membawa kami oleh-oleh berupa “cubadak, durian Mentawai dan burung beo", yang jelas kami akan menikmati cerita papa mengenai kondisi Mentawai, sebaran kepulauannya dan adat budaya Mentawai.
Dan cerita kapal yang ditupangi beliau di laut lepas, berlabuh di Nias dan kadang Nyasar ke Pesisir Selatan.
Menarik bagi saya adalah maaf, sulitnya ekonomi masyarakat dan pasar yang masih menganut pola barter, dan kondisi kehidupan yang tidak berkembang dan jauhnya pendidikan bagi masyarakat lokal.
Saya masih kecil- SD ketika itu, dan terakhir dengan papa ketika menceritakan Mentawai kepada cucunya 6 bulan sebelum berangkat haji dan beliau pun berpulang di tahun 1982, satu kecintaan hati nurani seorang pendidik pada dinamika masyarakat.
Cerita Mentawai lama, saya dengar lagi di tahun 1983/1987 ketika saya kuliah, salah seorang orang tua perempuan teman saya, yang sebenarnya beliau adalah keponakan papa. Uni, di tahun 1982 memulai menggunakan waktu berdagang ke Mentawai dengan membawa ragam kebutuhan, termasuk “ayam”.
Cerita pun tak berubah banyak, kecuali kata kemajuan, bahwa putra-putri Mentawai sudah mulai ada yang menununtut ilmu, tapi di tanah tepi (Pariaman). Dan memang Tuhan selalu memberi waktu pada saya tentang Mentawai.
Menariknya, saya pun akhirnya menjejakan kaki pertama kali di Tua Pejat pada tahun 2012, ketika menjabat sebagai Ketua Tim Pengembang Universitas Tamansiswa, waktu awal niat kami Cuma mensosialisasikan Pendidikan Tinggi di Universitas Tamansiswa Padang sebagai salah satu conten Perguruan Tinggi yang melirik Mentawai.
Saat ini setelah 5 tahun tidak kementawai saya mendengar banyak kawan-kawan yang dulu berjuang untuk menempuh peningkatan kualitas Pendidikan pada program Starata Dua dan Tiga, sekarang sudah menyelesaikan pendidikannya dan sebahagian menyandang gelar Doktor, termasuk mahasiswa yang ditahun 20212/20214 kami didik di Universitas Tamansiswa.
Semoga dengan kemauan menjadikan Mentawai sebagai sentra ekonomi ekslusif sector perikanan dan pertanian akan tercapai dan mampu meningkatkan kehidupan masyarakat lokal.
Dari dalam hati, saya menyampaikan kesan saya pertama ketika kapal malam merapat di pelabuhan, memasuki kawasan Pelabuhan di Mentawai, bathin saya mengatakan, Subhanallah, daerah ini memiliki fenomena alam yang eklusif dan sumber daya manusia dan alam yang membutuhkan sentuhan dan aplikatif oleh mereka yang sadar akan potensi alam dan manusia.
Sebut sebagai tangan-tangan malaikat yang akan membangunan Mentawai, karena kasat mata saja, terlihat bahwa ada nilai ekonomis tersimpan bak mutiara dalam lumpur di kawasan ini. Pemikiran dan fenomena ini merupakan nilai besar bagi satu dinamika kehidupan saya, sebuah cerita mengenai Mentawai.
Dan ini yang membawa saya berkenalan dengan masyarakat Mentawai dan akwan-kawan di Kepulauan Mentawai. Semoga dengan kenangan mengenai Mentawai dan sosial masyarakatnya, masih memberikan kesempatan kepada saya pribadi bercertita dan mengembangkan pemikiran baru mengenai Mentawai masa depan. (*)