Katapiang, Sigi24.com--Sudah lama tak bersua, Ahad (6/3/2022) saya dipertemukan dengan penguasa Ulayat Katapiang, B. Rangkayo Rajo Sampono.
Kami sama-sama menjenguk di Korong Tabek, di rumah duka seorang orang tua kawan meninggal dunia.
Ingatan Rajo Sampono yang biasa disapa Mamak oleh banyak orang ini sangat kuat. "Sini duduk. Sudah lama kita tak jumpa," kata dia, sambil dikerumunin sejumlah orang yang melayat saat itu.
Dia merasakan, saya wartawan yang cukup sering berinteraksi dengannya, sehingga selalu ingat siapa saya meskipun rentang waktu tak jumpa lumayan panjang dan lama.
Baginya, tak ada kusut yang tidak selesai, keruh yang tidak akan jernih. Beralam luas berpandangan jauh ke muka.
Itulah seorang niniak mamak dan pangulu di Minangkabau. Rajo Sampono, tak pula ada orang yang tidak kenal dengan dia di seantero Katapiang itu.
Sejarah lapangan terbang yang kini bernama Bandara Internasional Minangkabau (BIM), adanya tentu tak terlepas dari power Rajo Sampono.
Terhunjam kuat, dan berkali-kali diceritakannya. Proses penggagalan di DPR RI dulu, lantaran tak juga kunjung selesai persoalan tanah rencana bandara, pun di tangannya tuntas.
Hanya satu jawaban, Hamengkubuwono di Yogyakarta, Rajo Sampono di Sumbar, sama kedudukannya.
Sidang DPR RI terhenyak, setelah fraksi ABRI menjelaskan betapa besar pengaruh adat di bawah kekuasaan rajanya.
Rajo Sampono, tokoh yang terkenal hebat berdiplomasi. Bertampuk Katapiang itu bisa dijinjingnya, bertali bisa diiritnya.
Rajo Sampono Katapiang punya cerita panjang dan pertalian yang kuat dengan Rajo di Ulakan Tapakih.
Yakni, Rangkayo Amaik Said, Rangkayo Rajo Diulu, Rangkayo Rajo Mangkuto, Rangkayo Rajo Sulaiman di Ulakan.
Sedangkan di Tapakis terkenal dengan Malako, Malakewi, Tambahan, Majo Basa, Rangkayo Batuah di Tapakis, dan Rangkayo Rajo Sampono di Katapiang.
Lengkap 10 orang penguasa Ulayat di Tapakis, Katapiang dan Ulakan. Yang 10 itu diasak tak mati, dicabuik tak layua.
Menurut sejarah dahulunya, Rajo Sampono turun dari Paninggahan, Kabupaten Solok.
Bergelar Rajo Paninggahan. Setelah selesai perang dengan orang Tujuh Koto, dapat daerah bagian Ulakan.
Sabatang Panjang nama ulayatnya. Dalam pembagian itu Rajo Paninggahan terkenal yang paling bagak.
Dia mintak wialayah atau ulayat yang lebih luas lagi. Maka diambilnya wilayah Katapiang sampai ka Muaro Anai.
"Samparonoanlah rimbo gadang ko jadi nagari". Sempurnakan rimba besar ini jadi nagari. Begitu kira-kira kesepakatan dulunya diberikan ke Rajo Paninggahan ini.
Orang yang memegang gelar itu tentu boleh wafat sesuai ajal, tapi gelar tetap berdiri dan ada terus, hingga kiamat nanti.
Makanya, dalam catatan sejarah di nagari itu, Rajo Sampono pertama itu dipegang oleh Sidi Ibrahim.
Sepeninggal dia, berikutnya dipegang oleh Janin. Dari Janin ke Bandaro Tiku. Dari Bandaro Tiku ke Majoari.
Majoari meninggal dunia, Rajo Sampono dipegang oleh kemenakannya, sampai sekarang oleh B. Rangkayo Rajo Sampono.
Begitulah Rajo Sampono di Katapiang. Tak bisa dilawan. Meskipun dengan angkara kekuasaan negara sekalipun.
Dia mudah saja menyuruh orang itu untung mengangkut tanah yang sudah dibelinya di Katapiang, tapi jangan angkut nagari ini.
"Tanah boleh kamu beli, tapi nagari ini tak bisa kamu beli. Silakan angkut tanah yang kamu beli," kata dia bercerita pengalamannya.
Itulah kekuasaan Rajo Sampono dalam sebuah Ulayat Katapiang. Bagi pemerintah, dan kepemimpinan di BIM pun selalu beriya-iya dan berbukan-bukan dengan dia saat akan memulai kerjanya di situ.
Artinya, berganti Kepala Angkasa Pura BIM harus melapor dulu ke Rajo Sampono. Begitu juga yang baru datang, mesti sowan dulu ke dia sebelum bertugas.
Seluruh niniak mamak di Katapiang, adalah dibawah kepemimpinan Rajo Sampono. Punya ulu balang, lengkap dengan kearifan lokalnya.
Pernah suatu kali, Walinagari Katapiang terpilih lama tak dilantik oleh kepala daerah.
Penyebabnya sederhana, hanya lantaran ego dan ksembongan sang wali terpilih, yang saat itu Rajo Sampono kalah dalam pemilihan.
Kesempbongan dan membangkang wali terpilih ini sampai ke telinga Rajo Sampono.
"Kalau jadi Walinagari dia, saya bersunat sekali lagi," tantang Rajo Sampono kepada sanak kemenakannya.
Akhirnya, sang wali terpilih bersama keluarganya datang dan minta maaf ke Rajo Sampono.
Sebagai niniak mamak, Rajo Sampono tentu beralam luas berpandangan jauh ke depan.
Dia maafkan. Adat diisi limbago dituang. Kesalahan harus ditebus secara adat di rumah gadang Rajo Sampono.
Setelah ada restu dari Rajo Sampono, barulah kepala daerah melantik Walinagari terpilih.
Jadi, kekuasaan Ulayat Katapiang di bawah tangan Rajo Sampono, berlaku mutlak. Tak bisa ada yang membantah soal itu.
Makanya, seluruh anak nagari menyapa dia dengan Mamak. Dianjuang tinggi, diamba gadang. (**)