Negara-negara di dunia membutuhkan investasi untuk membangun dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Investasi yang masuk ke Indonesia dari negara lain sangat dibutuhkan, namun perlu kajian mendalam agar tidak menimbulkan kerugian, khusus dari China.
Hal ini mencuat dalam acara diskusi publik secara virtual yang diselenggarakan oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) mengusung tema “Dampak Investasi China untuk Indonesia: Produktif atau Korosif?” pada Selasa (02/11) dimulai sejak pukul 10.00 – 12.00 WIB. Moderator Nabila Tauhida – Mahasiswi Prodi HI & Asisten Peneliti PPPI.
Dalam sambutannya, Prof. Didik. J. Rachbini – Rektor Universitas Paramadina menjelaskan, “Hubungan bisnis dengan China itu masuknya gampang, tapi susah jalannya. Dari awal terlihat mudah dan menguntungkan, ternyata menyisakan derita pada akhirnya.”
Dr. Mohammad Faisal, Phd – Direktur Eksekutif CORE Indonesia memaparkan bahwa terjadi lonjakan investasi China ke Indonesia sejak tahun 2016 dalam bidang manufaktur. Sedangkan bidang infrastruktur terjadi di Jawa Barat sejak 2019 – 2020, yakni pengerjaan kereta cepat Jakarta – Bandung.
“Sejak Maret 2015 mulai masuknya investasi China, dengan keuntungan yang dijanjikan: 1) Nilai investasi yang kompetitif dibanding Jepang, 2) Tidak ada jaminan dari negara jika timbul kerugian dan 3) Adanya transfer teknologi.”
Kemudian, “Dalam kasus kereta cepat, di tengah jalan terjadi perubahan konsep sehingga akhirnya Indonesia menanggung beban melalui dana APBN 2022 sebesar Rp. 4 triliun dari nilai total pembengkakan biaya proyek sebesar Rp. 27,09 triliun. Biaya proyek membengkak dari Rp.86,5 triliun menjadi Rp.114,24 triliun.”
Sementara itu, Faisal Basri – Peneliti Senior INDEF & Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa “Kita tidak anti-China, tapi kenapa kita suka mengumbar fasilitas terhadap investor? Pada akhirnya justru merugikan kita sendiri?”
“Kualitas investasi menjadi kata kunci yang sangat penting dalam hubungan dengan investor. Ketidaktransparanan negara China terhadap investasinya di Indonesia mendatangkan kerugian bagi Indonesia,” pungkas Faisal Basri. (aa)