Bukittinggi, Sigi24.com--Penghulu di lingkungan Kementerian Agama kini dituntut memiliki kompetensi menulis karya ilmiah. Karena kenaikan status kepenghuluan sudah mensyaratkan adanya karya ilmiah yang dihasilkan oleh penghulu tersebut.
Demikian diungkapkan Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat yang diwakili Kepala Bidang Urais Edison, Senen (4/10/2021) ketika membuka kegiatan Penguatan Literasi Beragama Bagi Kepenghuluan Tahun 2021, di salah satu hotel di Bukittinggi. Tampil sebagai narasumber wartawan utama Armaidi Tanjung yang juga penulis sejumlah buku.
Menurut Edison, status kepenghuluan di lingkungan Kementerian Agama terdiri dari tingkat pertama, muda, madya dan utama. “Kenaikan status kepenghuluan dari muda ke madya minimal harus ada dua tulisan ilmiah yang dihasilkan. Sedangkan dari madya ke status utama, disyaratkan adanya tiga tulisan ilmiah. Hal ini tentu harus menjadi perhatian serius bagi penghulu yang menginginkan naik status,” kata Edison.
Edison menyebutkan, dengan alasan tersebut, maka penguatan literasi beragama bagi kepenghuluan ini penting dilakukan untuk membekali penghulu dengan kemampuan menulis. “Kita sengaja mengundang praktisi penulis yang sudah puluhan tahun bergelut dengan dunia tulis-menulis. Mudah-mudahan pengalamannya bisa dibagikan kepada peserta sehingga memberikan motivasi dan bekal bagi penghulu untuk mulai menulis karya ilmiah,” kata Edison.
Kasi Kepenghuluan: H.Syafalmart dalam laporannya menyampaikan, salah satu indikator keberhasilan Kementerian Agama dalam pembangunan bidang agama tercermin dari seberapa jauh tingkat indeks kepuasan masyarakat terhadap kinerja layanan Penghulu pada Kantor Urusan Agama Kecamatan.
“Literasi agama sangat penting dilaksanakan mengingat kompleksnya keragaman yang ada di Indonesia. Literasi agama adalah sebagai alternatif pendidikan moral di tengah maraknya kebencian dan hoax,” tutur Syafalmart.
Dikatakan Syafalmart, literasi beragama dalam dunia Kepenghuluan dimaksud agar penghulu mampu membangun komitmen terhadap diri sendiri bahwa penghulu akan mampu melayani diri dan bisa berbagi untuk melayani orang lain.
Konsultasi keagamaan masyarakat khususnya di bidang fikih, keluarga sakinah, tentang Islam Rahmatan Lil’alamin dan persoalan-persoalan hukum Islam lainnya. Tidak hanya dilakukan melalui konvensional saja, melainkan dalam era digital para penghulu dituntut pula dapat membahasakan pengetahuan keagamaan melalui bentuk tulisan, baik di media sosial, media cetak, ataupun karya tulis ilmiah hasil dari pengamatan dan penelitian dalam wilayah kerjanya.
“Penghulu diharapkan memiliki kompetensi dasar literasi keagamaan yang bersumber langsung kepada penguasaan kutubul mu’tabarah (kitab-kitab yang diakui) dan diterjemahkan dalam media tulis. Penguatan Literasi Beragama bagi penghulu menuju revitalisasi KUA akan berdampak positif secara priskologis bagi insan Kemenag dalam menjalankan tugas guna mengoptimalkan layanan kepada masyarakat yang kaya akan inovatif. Sehingga penghulu tidak lagi terkesan sebagai hanya sebagai pencatat nikah melainkan mampu berbuat lebih dengan terobosan pengembangan-pengambangan program yang manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat,” kata Syafalmart.
Peserta 30 orang terdiri dari penghulu di Kabupaten Agam, Pasaman, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Kota Bukittinggi, Padang Panjang, dan Payakumbuh. (ad)