Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Kontroversi Pemberian Gelar Sako Datuak Kepada Pejabat Negara yang Bukan Waris, Begini Cerita Afrianto Datuak Maninjun

Padang, Sigi24.comDengan tema "Takalok Manjagokan, Lupo Maingekan", Kotroversi tentang pemberian gelar sako datuak kepada pejabat negara yang bukan warisnya di Minangkabau, Minggu (12/9) berlangsung secara webinar. Diskusi adat itu diadakan oleh Lembaga Adat dan Kebudayaan Minangkabau (LAKM).

Dalam acara tersebut diikuti oleh berberapa tokoh profesional, di antaranya Azmi Datuak Bagindo,  Sekjen LAKM, Dr. M. Luthfi Hakim, Datuak Panghulu Kayo Nan Putiah, Pakar Hukum, Asrafery Subri Sutan Mangkuto, wartawan, Sushendry Alwi Datuak Pado Basya, pengurus LAKM, dan IRS Datuak Gampo Sampono, serta peserta lainnya yang juga terbuka untuk umum bagi warga Minangkabau dalam dan luar negeri.

Dalam diskusi tersebut, seluruh pembicara dan para audien yang diberi kesempatan menyampaikan masukan dan pandangan sepakat menolak tindakan yang merupakan bertentangan dengan norma adat yang berlaku di Minangkabau, yang terkenal dengan istilah adat sabatang panjang berlaku sama di seluruh nagari di Minangkabau.

Sebagai peserta webinar Afrianto Datuak Maninjun dari Nagari Sicincin, Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman dalam kesempatan itu memberikan pandangan dan penegasan, bahwa dalam hal pemberian gelar kepada pejabat negara dan juga lainya yang bukan waris gelar sako tersebut, apalagi bukan warga Mianangkabau dengan dalih sebagai bentuk tanda penghormatan atas berbagai jasa dan lain sebagainya, hal ini sangat tidak relevan dan bertentangan dengan norma adat walupun tidak ada norma hukum formal yang mengatur secara detail.  

"Baik dalam KUHP maupun KUHPdt. Akan tetapi melanggar norma adat,  "alue dan patuik". Sebab dasar dari hal ini menurut petuah adat yang berbunyi, niniak mamak gadang babingkah tanah, basa balingkuang aue. Niniak mamak bakaturunan kamanakan badatangan," kata dia.

Artinya, kata Afrianto Datuak Maninjun, seorang niniak mamak atau datuak berkuasa di wilayah kekuasaannya (tanah ulayat/pusako), dan mengatur serta menjalankan proses hidup dan kehidupan menurut tatacara adat nagari tersebut. Adat salingka nagari atau demografi adat nagari tersebut dengan panggilan gelar sako datuak.

Calon Walinagari Sicincin ini menjelaskan, dengan dasar turun temurun menurut garis turunan ibu (matrilinial), dan andai kata tak ada penerus garis turunan ibu, bisa jadi pada dalam artian "gadang balega, kayo basalin" hubungan saudara dalam turunan se kaum suku tersebut. Dan andai kata tidak ada lagi penerusnya (warisnya), dikatakan pupus, maka gelar sako tersebut disimpan dalam menurut sepanjang adat.

"Mustahil bisa diberikan kepada lain pihak yang bukan haknya. Namun akan tetapi di era saat sekarang ini banyak yang khilaf dan lupa dengan dasar ini. Maka dalam kesempatan ini mari kita berbenah agar kembali ke pondasi awal menurut adat. Adat lamo pusako usang kito datang mamakaikan. Dari itu, seyogjanya kita dan khusus para pemangku adat sebagai pemangku kebijakan di bidang adat agar langkah tidak tadorong, tangan indak tajambaukan, muluik indak taloncek. Sebab pituah mengatakan, langkah tadorong inai tantanganyo, muluik taloncek ameh tantanganyo," ulas Datuak Maninjun.

Begitu penegasan yang disampaikan Afrianto Datuak Maninjun sebagai mengingatkan agar hal ini tidak terjadi lagi di Minangkabau. "Kedepanya bagaimana kita lebih memperkokoh tatanan masyarakat hukum adat, dengan memberdayaakan berbagai lembaga adat yang ada maupun masukan dari para pemangku adat dan para akademisi dan cadiak pandai, bersinergi dengan pemerintah daerah agar amanah dari UUD 1945 tetap terlaksana (pasal 18 b (ayat 2)," harapnya. (adt)

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies