Dalam
rangka perayaan HUT Kemerdekaan RI ke -76 Yayasan Desa Wisata Nusantara – Dewisnu
Foundation berkolaborasi dengan Konsulat RI di Sangkhla, Thaksin dan Suan Dusit
University menyelenggarakan
International Workshop mengangkat isu Community Based Tourism - CBT di Thailand
dan Indonesia.
Acara
yang dilaksanakan secara virtual melalui platform Zoom Meeting ini mengangkat
judul “Economic Diplomacy Webinar, A Half Day International Workshop” dengan
tema “On The Revitalization of Community Based Tourism : A Share Best Practice
between Indonesia and Thailand” pada hari Rabu, 18 Agustus 2021, mulai pukul
09.00 – 12.00 WIB.
Sebagai
opening speech dalam acara ini adalah Mr. Fachri Sulaiman – Konsul RI di Sangklha,
Thailand serta menghadirkan para narasumber, antara lain: 1) Dr. Thuanthong
Krutchon – Thaksin Univerity Thailand, 2) Dr. Mangku Kandia, M, Ag – Founder
dan Ketua Umum DEWISNU, Indonesia, 3) Dr. Pittayatorn Kaewkong – Thaksin
University Thailand, 4) Ms. Saowatarn Samanit, Suan Dusit University, Lamphang
Center. Dan sebagai moderator adalah Ms. Hasamon Pengman.
Sejak
didirikan tgl 12 Maret 2018, Dewisnu Foundation telah berdiri di 34 provinsi
dan 230 kab/ kota se Indonesia.
“Dewisnu
fokus pada program pemberdayaan masyarakat desa yg di sebut 7P meliputi:
penelitian, pemetaan, paket tour, pendampingan, promosi, pendampingan ,
pelatihan dan program magang. Visi dewisnu: sebagai garda dapan bangun desa
wisata,” ungkap Mangku Kandia.
Pittayatorn
Kaewkong memaparkan konsep CBT dimulai dengan kegiatan sebagai berikut: 1)
Inisiatif masyarakat lokal, 2) Membuat dan merencanakan arah dan tujuan
dibentuknya kelompok, 3) Adanya pelaku usaha UMKM, 4) Adanya potensi yang unik
dan berbeda dibandingkan daerah lainnya, 5) Melakukan penjualan produk UMKM
yang berdaya saing, 6) Membentuk kelompok sadar wisata - Pokdarwis dan 7)
Memanfaatkan media sosial sebagai wadah promosi desa wisata.
“Keberhasilan
CBT di Phattalung disebabkan adanya: 1) Inisiatif masyarakat lokal, 2)
Keberagaman produk lokal, 3) Refleksi kehidupan masyarakat setempat dan 4)
Peran promosi dan pemasaran,” pungkasPittayatorn Kaewkong.
Ms.
Saowatarn Samanit, Suan Dusit University, Lampang Center berkisah tentang
keberhasilan Desa Lampang, Provinsi Thailand Utara dalam mengelola CBT. Ada
lebih dari 200 industri rumah tangga membuat kerajinan keramik menghasilkan
produk rumah tangga, seperti piring, guci dan lainnya.
“Keunikan
atau kekhasan lainnya adalah adanya atraksi budaya, pasar Gong Ta (Gad Gong
Ta), jembatan kuno Rassada, kebun wisata nasional Chae Son dan Lom Phu Kaew, Candi/
Wat Chaluem Pra Kiat, Wat Chedi Sao dan Wat Lhai Hin Luang yang letaknya di
daerah pegunungan dan juga ada Candi/ Wat Prathat Lampang Luang dan Wat Prakaew
Don Tao,” Ms. Saowatarn Samanit menjelaskan kepada peserta dengan penuh
semangat.
Dalam
diskusi yang berlangsung selama acara ini muncul pula ke permukaan bahwa kalau
di Indonesia, CBT dikaitkan dengan keberadaan POKDARWIS – Kelompok Sadar Wisata
yang menjadi ujung tombak kepariwisataan di Desa Wisata atau sebuah destinasi
wisata karena organisasi ini muncul dari kemauan warga masyarakat setempat
berkeinginan untuk berkembang dan maju dalam rangka meningkatkan tingkat
kesejahteraan warga desa tersebut. (aa)