“Telah tampak kerusakan
di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah
menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).” – (QS. Ar-Rum (30): ayat 41).
Cuplikan ayat Al Qur’an di atas mengingatkan
kepada seluruh umat bahwa semua musibah yang terjadi adalah sebagai akibat dari
perbuatan dan ulah manusia itu sendiri, senang dan bahagia mengerjakan maksiat
– larangan Tuhan, dan tidak mau mengindahkan suruhan Tuhan bahkan
membelakanginya.
Buya Hamka
melalui Tafsir Al-Azharnya yang masyhur menuliskan, “.. nampaklah dengan jelas
bahwa bilamana hati manusia telah rusak, karena niyat mereka telah jahat,
kerusakan pasti timbul di muka bumi. Hati manusia membekas kepada
perbuatannya.” – (1979: Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz XXI, edisi lux, Penerbit
Pustaka Islam, Surabaya, hal. 120).
“Di daratan
memang telah maju pengangkutan, jarak dunia bertambah dekat. Namun hati
bertambah jauh. Heran! Banyak orang
membunuh diri karena bosan dengan hidup yang serba mewah dan serba mudah ini.
Banyak orang yang dapat sakit jiwa!”, demikian Buya Hamka. (hal.121).
Dalam Tafsir as-Sa'di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir
abad 14 H mengungkapkan: Maka Mahasuci Allah yang mengaruniakan nikmat dengan
musibah dan memberikan sebagian hukuman agar manusia kembali sadar, sekiranya
Allah menimpakan hukuman kepada mereka terhadap semua perbuatan buruk mereka,
niscaya tidak ada satu pun makhluk yang tinggal di bumi.
Pertanyaannya adalah, “Apakah kita bisa melihat cahaya Tuhan diantara musibah yang datang?”, “Mampukah kita mengubah musibah menjadi nikmat atau rahmah?”, “Bagaimana caranya agar kita tetap tenang dan senang menerima musibah yang terjadi?”.Dibutuhkan hati dan jiwa yang pasrah pada Kehendak Tuhan untuk bisa menjawab semua pertanyaan di atas.
Solusi
penulis dalam menghadapi musibah yang terjadi baik terhadap diri sendiri,
keluarga dan lingkungan bahkan negeri yang tercinta ini adalah seberapa kuat
kita punya kemauan untuk datang dan kembali menghadap kepada Kekuasaan dan
Kebesaran Tuhan? Dia-lah Maha Segala-galanya, tempat kita meminta, Yang kita
sembah. Ingat dan kembali kepada-Nya karena kita telah lalai dan lupa selama
ini. Dunia ini membuat kita terlena akan keindahan dan kemegahannya.
Terakhir, "Dalam
musibah itu terdapat empat seni, yaitu mencari pahala dari Allah, berkawan
dengan kesabaran, berdzikir dengan baik, dan menunggu kelembutan dari Allah
SWT." (*)