Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mencebur di Sungai Itu Membentuk Karakter dan Kemandirian--Catatan Ahmad Damanhuri

Jamal ketika menghambur di kedalaman Sungai Batang Mangoi


Sepertinya menghamburkan diri ke sungai yang bagian terdalam menjadi kepuasan tersendiri oleh Jamal dan kawan-kawannya. Siang menjelang sore, Jamal yang masih senang dengan celana pendek ini mengajak teman-temannya mandi sambil menceburkan diri ke bagian yang dalam di Sungai Batang Mangoi.

Tepatnya di belakang komplek Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pua, Nagari Balah Aie, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman. Batang Mangoi, satu dari sekian banyak sungai besar di daerah ini. Jamal yang anak sekolah dasar itu, sepertinya sudah terlatih mandi di sungai besar tersebut.

Hebat dia menghambur. Tampak dia bertanding dengan lima orang kawannya mencebur dan melayangkan diri lalu berenang ke tepian lagi, lalu mengulang menghambur sampai berkali-kali. Dia mengaku tak ada yang mengajarinya mandi seperti itu. "Pandai surang saja," katanya singkat.

Dulu, katanya, di sungai ini banyak orang mandi. Sungai Batang Mangoi umumnya dijadikan tempat mandi. Sekarang, jarang dan nyaris tak ada lagi orang menggunakan sungai sebagai tempat mandi. Umumnya, setiap rumah sudah pakai kamar mandi atau sumur surang. Jadi, Sungai Batang Mangoi banyak dijadikan sebagai tempat usaha tambak ikan.

"Lihatlah, banyak keramba yang dipasang di tepi sungai ini, sebagai mata pencaharian orang perorang di kampung ini," ulas dia.

Di samping itu, banyak pula orang yang mengeluarkan pasir dari dalam sungai ini untuk dijual. Pasir sebagai bahan bangunan, umumnya dikeluarkan dari dalam sungai di Lubuk Pua ini. Yang tak kalah penting itu, ikan yang lepas bebas dalam sungai juga menjadi ladang usaha oleh nagari, dengan cara membuat ikan larangan yang dibuka sekali dalam setahun.

Kenapa tak banyak lagi orang mandi di sungai? Jawab saja dengan sebuah perubahan. Perubahan sistem dan perilaku sosial masyarakat yang terus mengalami kemajuan. Kemudian, mental keberanian anak-anak dan masyarakat juga kian berkurang. Rasa cemas dan takut datang ketika melihat kedalaman sungai yang menghijau.

Dulu, setiap tepian sungai itu sudah dikapling-kapling. Misal, tepian ini milik Rang Sikumbang, sehingga familiar nama tepian itu dengan "Tapian Sikumbang". Suku lainnya juga membuat tepian untuk mereka mandi, dan bahkan di tepinya sengaja dibuat sebuah sumur. Sehabis mandi dan mencuci, air sumur itu dianggut pulang untuk di masak.

Ya, sumur spesial untuk minum. Tak ada yang memakai air sumur itu untuk mandi, kecuali pada musim hujan yang berlanjut dengan keruh menguningnya aliran sungai oleh tebing yang runtuh di bagian atas. Perubahan sosial sangat tajam dan cepat. Sumur tak lagi ditemukan. Banyak orang memilih air galon yang sumber airnya entah dari mana. Tapi si penjual galon tetap mengatakan air rancak dan terjamin.

Dengan peralihan status sosial demikian, apakah masih relevan pepatah Minang "rancak tapian dek nan mudo". Perlu interpretasi yang panjang. Kini, kondisi banyak sungai di Padang Pariaman berubah bentuk. Tentu akibat banyaknya aktivitas atau sumber penghidupan lain yang membuat sungai itu rusak, dan tak lagi dijadikan sebagai karunia Tuhan.

Tapi, Jamal dan kawan-kawannya itu mengaku hampir tiap hari dia mandi di sungai itu. Rumah orangtuanya dekat dari sungai. Dan Batang Mangoi sebagai tempat mengasah kemandiriannya. Nyaris waktu luangnya dia gunakan untuk berlatih dan berlatih menghambur di sungai yang cukup dalam tersebut.

Berenang termasuk olahraga yang dianjurkan dalam agama. Sebuah hadist nabi menyebutkan, ajarkan anak-anak kalian dengan berenang dan memanah. Apalagi berenang di Sungai yang deras dan dalam, akan membentuk karakter anak itu sendiri bila dia betah berenang dan menghambur seperti yang Jamal lakukan di Batang Mangoi.

Berenang di Batang Mangoi tak perlu mengeluarkan uang. Gratis saja. Tapi, jaga diri dan hati-hati. Segala kemungkinan biasa saja terjadi. Orang awak dulu menyebut, laut sati rantau bertuah. Artinya, sungai bisa menjadikan orang terbentuk karakternya, dan bisa pula menimbulkan malapetaka.

Ada orang dan anak yang salah cebur. Mungkin coba-coba karena melihat kawannya dengan enaknya menceburkan diri, lalu dia coba pula. Tapi usai dia mencebur, tak pandai mengendalikan diri, sehingga nyaris terbawa arus sungai yang cukup deras di bagian bawahnya.

Mulailah dari yang terdangkal. Angsur-angsur ke tengah sedikit demi sedikit seperti yang diterapkan Jamal. Oleh kawannya, Jamal seperti contoh soal kelincahan meliyuk-liyukkan badannya saat menghambur.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies